Opini

Sadis, Hukum Nasional Tak Berlaku bagi Zionis

Bagikan di media sosialmu

Oleh. Ummu Faiha Hasna (Pena muslimah Cilacap)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Israel saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan hukuman mati bagi warga Palestina yang terbukti membunuh warga Israel atas alasan nasionalistis. Pasalnya, Proposal ini diajukan oleh Partai Jewish Power, yang dipimpin Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, dan telah memasuki tahap pembahasan di sidang parlemen Knesset. Mengapa hukum nasional tidak berlaku bagi Zionis penjajah?

Mengutip laporan The Times of Israel, RUU kontroversial ini diajukan sebagai respons Israel terhadap ancaman teror yang terus berlangsung.

Dilansir Middle East Eye, Selasa (4/11/2025), Undang-Undang ini tidak berlaku bagi warga Israel yang membunuh warga Palestina dalam situasi serupa (News.detik.com, 4-11-2025).

Lagi-lagi pelanggaran-pelanggaran konflik bersenjata Israel sejak dulu hingga kini belum juga reda. Adanya berbagai kasus kesewenang-wenangan seperti pengesahan undang-undang fasis yang sadis ini merupakan tekad melanggar hukum, terutama hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ini bukti bahwa kelanjutan kesewenang-wenangan penjajahan, dan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina sudah tersistem oleh negara kapitalisme sekuler. Berbagai macam aneksasi dilakukan Israel untuk merebut tanah Palestina. Terbukti, hingga saat ini Israel tetap melakukan pelanggaran-pelanggaran berat tanpa tersentuh hukum.

Membangun Perdamaian

Idealnya, kalau memang ada niat baik untuk gencetan senjata harusnya diikuti dengan langkah-langkah sistematis lainnya, yakni ada proses pengawasan, pelibatan pihak ketiga, ada penegakkan hukum yang pasti dan tegas kepada para pelanggar dan itu harus melibatkan semua pihak.

Proses membangun perdamaian adalah proses jangka panjang yang mengatasi akar penyebab konflik, melibatkan dialog, rekonsiliasi, dan reformasi institusi.

Proses membangun perdamaian tentu melibatkan semua pihak, yakni meliputi aktor internasional (seperti PBB, organisasi regional, dan LSM), aktor nasional (pemerintah, partai politik, dan lembaga peradilan), serta masyarakat sipil (termasuk kelompok masyarakat lokal, individu, dan korban konflik).

Semestinya, kalau memang tak ada niatan untuk melakukan gencetan senjata dan perdamaian, maka harus melibatkan semua pihak. Penegakkan hukum dalam level negara, organisasi internasional dan juga pengawasan, ada tim investigasi, pemberian sanksi-sanksi pada para pelanggar. Bagi para jurnalis pun mereka mestinya diizinkan secara terbuka untuk bebas melakukan peliputan-peliputan berita sebagai fungsi kontrol. Akan tetapi seperti yang diketahui bahwa Track record/rekam jejak Amerika Serikat termasuk Israel mereka sejatinya hanya bermain di lisan saja. Tapi setelah itu, mereka tetap melakukan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terhadap warga Palestina baik di Gaza maupun tepi Barat.

Warga Palestina kini semakin terisolir dengan adanya zona kuning yang ditetapkan Zionis Israel bahkan membuat blokade bagi warga jajahan wilayah baru.

Memang, sejatinya yang diinginkan Israel adalah semua tawanan dari para pejuang Palestina untuk dilepaskan, setelah itu mereka akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk melakukan perlawanan di Gaza. Kekhawatiran utama Israel termasuk Amerika Serikat adalah perlawanan. Sehingga, ketika perlawanan itu masih ada dan belum betul-betul hancur, maka mereka tidak akan pernah berhenti menggunakan berbagai macam strategi untuk menghancurkan perlawan itu.

Jadi dengan adanya blokade jalur kuning, menciptakan kelaparan, membatasi obat-obatan, menyerang media, menyerang infrastruktur kesehatan dan lain-lain, sebenarnya itu bagian dari strategi nya Israel untuk menghancurkan para perlawanan di Gaza. Mereka tidak sekedar membunuh warga sipil tapi bagian dari strategi perang mereka untuk menghancurkan perlawanan. Jadi, sebenarnya yang dianggap musuh dari Israel itu adalah semua warga Gaza. Zionis menginginkan warga Gaza untuk pergi dari tanah kelahirannya. Semua strategi penjajah semata dilakukan untuk menghancurkan para pejuang di Gaza.

Maka dari itu, jika sampai hari ini Israel masih melakukan blokade dan melakukan tindakan sewenang-wenang, itu pertanda bahwa tujuan Zionis belum tercapai. Karena strategi militerisasi masih tetap ada.

Sejak konferensi Jenewa 1949 dalam pembentukan hukum internasional sudah dijelaskan yakni tidak boleh menggunakan strategi menciptakan kelaparan, atau menarget warga sipil secara sengaja, menjadikan sipil sebagai tameng dalam peperangan, membatasi para pengungsi melakukan pelanggaran terhadap perlawanan perang. Semuanya sudah ada dalam hukum perang.

Hanya saja, hukum perang tersebut dilarang karena banyak sekali dilakukan oleh pihak-pihak yang berperang untuk mempercepat selesainya perang. Namun, nyatanya selama dua tahun genosida di Gaza, Israel tidak mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.

Terbukti, diplomasi selalu gagal, gencetan senjata pun lebih banyak dilanggar.Maka wajar, langkah tegas intervensi militer yang terjadi di banyak negara seperti pembantaian Bosnia yang dilakukan NATO terbukti tercipta keamanan dan genosida berhenti. Setelah itu, pemimpin Serbia ditangkap dan diadili sehingga diberikan hukuman oleh pengadilan internasional. Adanya pemberian sanksi terhadap para oknum bagi orang-orang yang terlibat aktif terhadap pelanggaran tersebut dan ini terjadi di banyak kasus seperti adanya hukum gantung terhadap Saddam Husein dengan berbagai alasan HAM, dan sebagainya. Selain itu, Tahun 90-an Irak juga diintervensi oleh NATO, khususnya Amerika Serikat karena telah melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah Kuwait.

Fakta-fakta sejarah terkait kekerasan yang terjadi jika tidak bisa dihentikan dengan kata-kata atau seruan maka solusi salah satunya adalah dengan intervensi militer .

Lakukan Intervensi Militer

Sejatinya, upaya untuk melakukan pembebasan terhadap Baitul Maqdis semua sudah dilakukan baik itu Negosiasi ataupun diplomasi. Negosiasi itu perjanjian damai Oslo tahun 1993 yang menyatukan PLO

atau pimpinan Organisasi Pembebasan Palestina sebagai upaya untuk mencapai perdamaian dalam konflik Israel-Palestina.

Begitu pun dengan jalan diplomasi yang selalu gagal. Oleh karena itu, langkah tegas agar menjadi pelajaran bagi penjajah tidak lain adalah dengan intervensi militer riil negeri-negeri Muslim. Umat juga tidak boleh diam menyuarakan kebenaran Islam agar hukum Islam bisa diterapkan dalam kehidupan. Kemudian langkah terakhir dengan boikot ekonomi Israel yakni meliputi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel, penarikan investasi, hingga memboikot perusahaan yang dianggap mendukung kebijakan Israel.

Satu hal yang penting adalah umat Islam harus bersatu untuk tegakkan kembali sistem Islam agar Gaza yang tertindas bisa terbebas dari belenggu penjajah yang terus menindas.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here