Opini

Refleksi Muharram: Bangkit Menuju Fajar Kemenangan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Lely Nv (Aktivis Generasi Peradaban Islam)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Tahun Baru Islam 1447 Hijriah kembali menyapa di tengah kepedihan yang masih mendera umat. Genosida di Palestina terus berlanjut, darah kaum muslimin tertumpah, sementara penguasa negeri-negeri muslim sebagian hanya mengecam tanpa mengirim bantuan militer yang nyata. Ironisnya, dunia justru diingatkan oleh suara Greta Thunberg, aktivis kemanusiaan asal Swedia, yang berkata, “Saya tidak takut ditahan, saya takut dunia diam terhadap Gaza.”
Perkataannya itu seharusnya membuat kita malu, apalagi para pemimpin muslim yang seolah abai terhadap penderitaan saudara seiman. Apakah sikap mereka menjadi tanda pengkhianatan? Yang jelas, situasi ini menggambarkan betapa suramnya nasib umat saat ini.

Di tengah kepiluan itu, refleksi Muharram sebagai bulan mulia seharusnya tidak sekadar menjadi penanda waktu, melainkan alarm kebangkitan. Saatnya umat membuka mata dari tidur panjang keterpurukan, bangkit dengan kesadaran baru, dan mengambil peran nyata untuk mengubah keadaan.

Hijrah: Titik Awal Kebangkitan

Sejarah peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ & para sahabat bukan sekadar perpindahan fisik dari Mekkah ke Madinah. Melainkan juga momentum transformasi umat dari kehinaan menuju kemuliaan. Dari peradaban jahiliyah menuju peradaban mercusuar. Setelah momentum hijrah kala itu, Islam terwujud sempurna dalam sistem kehidupan yang mengatur masyarakat dalam naungan Daulah Islamiyah.

Daulah Islam, sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Telah membuktikan kemampuannya menciptakan tatanan masyarakat yang sejahtera, tegaknya keadilan hakiki, dan tersebarnya rahmat Islam ke seluruh penjuru dunia.

Meski sebagian umat Islam hari ini dibuai oleh narasi yang mencitrakan peradaban Islam sebagai sekadar mitos atau romantisme sejarah belaka, fakta berbicara lebih nyaring. Pengakuan para sejarawan, pemikir, bahkan musuh-musuh Islam sendiri berbicara tentang kejayaan Daulah Islam, menghancurkan klaim-klaim skeptis itu hingga tak tersisa. Kebenaran yang tak terbantahkan, peradaban Islam bukanlah dongeng masa lalu, melainkan warisan agung yang siap untuk dibangkitkan kembali!

Beberapa Sejarawan Barat berpendapat tentang Keemasan Islam: Montgomery Watt (Orientalis Inggris) dalam bukunya The Influence of Islam on Medieval Europe, ia menulis, “Tanpa kontribusi peradaban Islam, Eropa mungkin tidak akan pernah mengalami Renaissance. Ilmu pengetahuan, filsafat, dan sistem pemerintahan Islam menjadi fondasi kemajuan Barat.”

Juga ada Will Durant (Sejarawan Amerika) dalam The Story of Civilization, Durant mengakui bahwa, “Di bawah Khilafah Abbasiyah, Baghdad dan Cordoba menjadi pusat peradaban dunia ketika Eropa masih terbelakang. Rumah sakit, universitas, dan perpustakaan Islam tak tertandingi.”

Krisis Identitas

Di tengah krisis identitas umat yang memilukan, muncul sebuah paradoks menyedihkan: sebagian umat justru malu dengan solusi terbaik yang dimilikinya. Syariah dianggap kuno, Khilafah disebut utopia, sementara sistem sekuler yang jelas gagal justru dipoles bak dewa penyelamat. Tentu bukan salah Islamnya, melainkan hasil rekayasa disinformasi sistematis yang memonsterisasi sebagian ajaran Islam. Lihatlah bagaimana media mainstream gencar mencitrakan syariah sebagai momok, sementara demokrasi sekuler dibungkus dengan kemasan “peradaban mulia”.

Padahal, fakta berbicara: negeri-negeri muslim yang meninggalkan syariah justru terpuruk dalam utang, perang saudara, dan kehilangan kedaulatan. Allah telah memperingatkan dalam QS Thaha:124
“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit…”. Bukankah kondisi umat hari ini adalah bukti nyata ayat itu?

Jelaslah kejatuhan umat Islam bukan karena musuh yang perkasa, melainkan ketika umat rela menukar syariah Allah dengan hukum buatan manusia. Sistem sekuler-kapitalis yang mendominasi dunia hari ini hanyalah mesin penghasil kesengsaraan menjadikan Palestina dijajah dengan keji, negeri-negeri muslim lainnya menjadi budak ekonomi global. Bahkan umat bisa melihat dengan dekat, korupsi di negeri ini merajalela dan membudaya, hukum yang tebang pilih, rakyat terjepit ekonomi. Inikah yang disebut kemajuan peradaban?

Kalaupun negeri-negeri muslim sebagian ada yang terlihat memiliki ekonomi maju, gedung pencangkar langit yang megah, gudang emas berlimpah, tapi dimana harga diri mereka ketika Gaza dibombardir, Rohingya dibantai, Uygur dijebloskan di camp konsentrasi? Mereka punya militer yang kuat, jet tempur canggih, tapi untuk apa jika hanya jadi atribut pajangan? Rasulullah Saw bersabda, “Muslim itu bersaudara”, tapi mengapa ada yang bisa tersenyum santai, sementara darah saudaranya tertumpah di bumi Palestina?

Ini bukan sekedar pertanyaan, ini tamparan keras! Kekayaan tanpa izzah (kemuliaan) bisa jadi hinaan besar.

Sejarah adalah cermin terbaik untuk memahami kondisi sekarang. Ketika menengok ke belakang, kejayaan umat Islam selalu paralel dengan ketundukkannya pada syariah Allah. Sejarah menjadi guru terbaik dalam membongkar kebohongan besar abad ini. Sementara sistem kapitalisme yang digaungkan hari ini telah melahirkan monster kesenjangan: 1% elit global menguasai 99% kekayaan dunia! Demokrasi memperlihatkan para pemimpin negeri-negeri muslim seolah mudah menjadi boneka Barat yang menjual negerinya untuk kepentingan perut.

Refleksi Muharram untuk Umat

Mungkin kita sering bangga dengan jumlah masjid terbanyak atau jamaah haji terbesar, tapi berapa banyak dari kita yang benar-benar memperjuangkan tegaknya syariah?

Allah berfirman:
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya ketika ia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan (syariah).” (QS Al-Anfal: 24).

Muharram selayaknya menjadi momentum introspeksi dan perubahan menuju ketaatan total kepada Allah. Jika umat ingin keluar dari keterpurukan, maka langkah pertama adalah berhenti berharap pada sistem dan penguasa yang zalim, lalu bergerak bersama untuk menegakkan agama-Nya. Sebagaimana Rasulullah dan para sahabat mencontohkan penegakkan Islam di Madinah hingga menjadi peradaban berbilang 13 abad lamanya menaungi umat manusia dengan sistem yang memanusiakan manusia.

Kembali pada aturan Allah secara kaffah bukan sekedar angan. Semua bisa diwujudkan dengan kesepakatan umat yang sadar bahwa tanpa penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi Khilafah yang menjadi junnah (perisai) bagi umat, kebangkitan hakiki mustahil terwujud.

Jika bukti historis dan empiris sudah menjawab keraguan umat, apakah ingin terus hidup dalam kehinaan sistem sekuler? Atau bangkit memperjuangkan kemuliaan Islam seperti para pendahulu?

Bangkitnya Umat Dimulai dari Gerakan Para Penyeru Kebenaran

Penyadaran umat tidak akan pernah hadir seperti hujan turun dari langit. Kesadaran harus dibangun dan digerakkan serta perlunya perjuangan bersama mengingatkan umat akan tanggung jawab agungnya. Pepatah bijak mengingatkan, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

Dengan Bersama, umat mampu memikul beban perjuangan peradaban. Sudah saatnya umat bersatu padu dalam barisan dakwah yang kokoh. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan teratur, bagaikan bangunan yang tersusun rapi.” (QS Ash-Shaff: 4)

Sebagai pengingat bersama, jika Rasulullah Saw. dan para sahabat mampu mengubah dunia dengan iman dan kesabaran yang terwujud dalam naungan sistem Islam, umat hari ini pun bisa melanjutkan estafet perjuangan Rasulullah Saw hingga Rahmatan lil’alamin bukan sekedar ucapan tapi bisa kembali dirasakan. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here