Opini

Tanpa Aturan Islam, Pendidik Cabul Tumbuh Subur

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Nidya Lassari Nusantara

Wacana-edukasi.com, OPINI--Dunia pendidikan kembali menjadi pusat perhatian. Mirisnya, bukan karena prestasi tetapi karena urusan birahi. Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah menerima laporan NA, 18 tahun, mahasiswi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) yang diduga menjadi korban pelecehan seorang ustaz, sekaligus asisten dosennya bernama Hasan Al-Asyari. Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon mengatakan, setelah menerima laporan korban, pihaknya akan menyelidikinya. Menurut berita dari korban bahwasanya korban sudah beberapa kali diajak bertemu dan sering ngobrol dengan pelaku. Korban mengatakan bahwasanya mereka bertemu menyangkut masalah pelajaran. Akhirnya si korban tidak curiga kalau si pelaku mempunyai maksud terselubung kepada korban. (medan.tribunnews.com/amp/2025/04/29)

Sebelumnya, sejumlah kasus kekerasan seksual juga pernah terjadi di lingkungan lembaga pendidikan yang melibatkan akademisi. Ada kasus guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang melakukan kekerasan seksual pada belasan Mahasiswi, pelecehan verbal Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) kepada mahasiswinya dan terjadi juga pelecehan seksual Dekan Universitas Riau (UNRI) kepada mahasiswi bimbingannya. (www.tempo.co/12 April 2025)

Akar Masalah

Saat ini, Indonesia menganut sistem sekulerisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Tolak ukur perbuatan sistem ini adalah asas manfaat. Dalam sistem ini manusia diberi keleluasaan untuk membuat aturan, begitu juga dalam hal pendidikan. Sistem pendidikan sekuler ini menghasilkan manusia-manusia nihil akhlak yang memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi.

Prilaku nihil akhlak diantaranya adalah campur baur. Campur baur termasuk salah satu aturan kehidupan yang biasa dalam sistem sekuler. Percampur bauran dalam dunia pendidikan sekuler diserahkan kepada manusianya itu sendiri. Sehingga hal yang biasa bila dosen seorang lelaki dan mahasiswi seorang perempuan dibolehkan berdua-duaan selama proses pembelajaran. Proses ini memberikan peluang nihil akhlak kepada siapa saja untuk menyalah gunakan kekuasaannya.

Seperti menurut pendapat Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dra Myrtati Dyah Artaria, menjelaskan bahwa kekerasan seksual melibatkan beberapa faktor, seperti kuatnya budaya patriarki, ketimpangan gender, lemahnya etika, serta pengawasan yang minim.
(www.kompas.com/edu/read/2025/05).
Budaya patriarki adalah sistem yang menjadikan pemilik kekuasaan adalah pihak yang paling mendominasi. Maka tidak heran, bila para pendidik yang punya kuasa menjadikan muridnya sebagai manfaat termasuk dalam urusan seksual.

Sistem ini juga memberi kemudahan untuk konten pornografi dan pornoaksi. Akses yang mendorong untuk membangkitkan syahwat bertebaran dimana-mana. Di tambah faktor, kontrol dari masyarakat yang sudah tidak terbiasa dengan tradisi nasehat menasehati karena sudah individualis akibat penerapan sistem kapitalisme.

Keadaan semakin parah dengan hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual yang tidak ada efek jera sementara korban mengalami trauma sepanjang hidupnya. Karena faktanya, walau sudah banyak kasus pendidik cabul terungkap, sudah dihukum tapi kasus ini terus terjadi lagi dan lagi.

Solusi Untuk Negri

Islam adalah agama paripurna yang mengatur seluruh kehidupan manusia. Baik itu yang bersifat hablumminallah dan hablumminannafs. Yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia juga diatur oleh Allah SWT. Termasuk juga didalam belajar mengajar Islam mengatur agar jangan sampai terjadi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Didalam pendidikan Islam, boleh saja seorang guru mengajar anak muridnya perempuan didalam ruang kelas selama ruangan itu diisi banyak murid perempuan. Tetapi kalau berdua-duaan antar lelaki dan perempuan itu dilarang didalam Islam walaupun untuk belajar-mengajar. Sesuai dengan firman Allah :
‎وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Ayat yang lain didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman di dalam surat An-Nur ayat 3:
‎ٱلزَّانِى لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”

Didalam Islam, sistem pendidikan adalah kurikulum akidah Islam. Baik pendidik dan yang dididik menjadi insan yang memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Maka standar perbuatan adalah sesuai aturan Islam, halal dan haram.

Didalam Islam, negara juga mengatur urusan seksual. Ketika orang berzina atau memperkosa akan diberikan sanksi tegas. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. [TQS an-Nûr/24:2]. Jadi sudah jelas Islam mengatur segala perkara perbuatan manusia sehingga setiap manusia didalam negara berideologi islam harus mengetahui batasan-batasan yang diambil dalam berinteraksi dengan lawan jenis termasuk dalam pendidikan.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Abu Ubadah bin Ash-Shamit, mengatakan “Rasulullah Saw telah bersabda kepada kami di sebuah majelis, ‘Kalian berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri, dan tidak bermaksiat dalam kebaikan. Siapa saja menepatinya, maka Allah akan menyediakan pahala, dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia, maka hukuman itu akan menjadi penebus baginya. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (tidak sempat dihukum di dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak, maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia berkehendak, maka Allah akan memaafkannya.’ Lalu (Ubadah bin Ash-Shamit melanjutkan) “Kami pun membaiat Rasulullah Saw atas hal-hal tersebut.”

Dalil ini menunjukkan dengan jelas bahwa sanksi Islam pasti akan memberikan efek zawajir dan jawabir. Hanya saja, hal tersebut dapat diwujudkan ketika dilakukan oleh seorang Imam (Khalifah)/ walinya atau hakim.

Negara juga menjadi pengawas dan akan memberi sanksi tegas bagi media yang memberikan kemudahan akses pornografi dan pornoaksi.

Islam sudah dengan jelas memiliki aturan yang tegas untuk urusan naluri berkasih sayang. Dalam Islam, urusan seksual wajib diserahkan sesuai aturan illahi. Dengan aturan Islam, guru adalah pelita kegelapan. Tanpa aturan Islam, pendidik cabul tumbuh subur. Mengerikan. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here