Opini

Keracunan Makan Bergizi Gratis, Bukti Abainya Negara

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Zidna FA

Wacana-edukasi.com, OPINI–Mengutip dari CNNIndonesia.com (11/05/2025), jumlah siswa yang mengalami gejala keracunan makanan semakin meningkat. Bahkan akibat peristiwa tersebut, Dinas Kesehatan setempat menetapkan status kejadian luar biasa. Hal ini dikarenakan banyaknya korban yang berjatuhan.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis, Minggu 11 Mei 2025 lalu, jumlah siswa yang mengalami keracunan diduga akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah menjadi 210 orang. Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor tersebut juga menyebutkan sebaran kasus keracunan makanan berasal dari delapan sekolah. Dari jumlah itu, 34 orang menjalani perawatan medis atau rawat inap di rumah sakit. Sedangkan 47 orang menjalani rawat jalan, dan sisanya 129 orang mengalami gejala-gejala ringan (CNN Indonesia, 11/05/2025).

Kejadian ini semakin menambah panjang deretan peristiwa siswa yang mengalami keracunan akibat mengonsumsi makanan dari program Makanan Bergizi Gratis yang terjadi di sepanjang tahun 2025. Daerah-daerah lain yang dilaporkan terjadi keracunan makanan diantaranya yaitu di daerah Sukoharjo Jawa Tengah, Cianjur Jawa Barat, Bombana Sulawesi Tenggara, Karanganyar Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat, Bandung Jawa Barat, dan yang lainnya (CNN Indonesia, 2/05/2025).

Selain masalah keracunan siswa dengan korban yang mencapai total ratusan orang, banyak terjadi persoalan yang meliputi pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis ini. Seringkali kita juga mendengar adanya makanan-makanan yang tidak higienis dan bahkan juga tidak memenuhi gizi yang dibutuhkan para siswa. Hal ini sebagaimana yang diberitakan beberapa waktu lalu, siswa SMP di Semarang memvideokan makanan dari program Makanan Bergizi Gratis yang diterimanya, dan di dalamnya didapati ulat. Sementara di tempat lain, adanya makanan yang sudah basi atau makanan yang hampir basi dan sudah tidak layak dikonsumsi disajikan kepada para siswa. Selain komposisi gizi makanan-makanan yang diberikan juga tidak memenuhi keseimbangan gizi yang dibutuhkan.

Kejadian-kejadian ini jelas bukan hanya terjadi sekali dua kali saja, namun sudah terjadi berulang kali. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam pengelolaan program Makanan Bergizi Gratis, sehingga akhirnya menimbulkan banyak sekali masalah. Wajar saja jika banyak pihak meminta evaluasi dari pelaksanaan program tersebut.

Memang sejak awal program Makanan Bergizi Gratis sudah dipenuhi dengan berbagai macam kritik dari berbagai aspek. Namun, pemerintah tetap bersikeras melaksanakannya, sehingga wajar pelaksanaan program ini dinilai hanyalah sebagai bentuk dari kebijakan populis yang ditunjukkan oleh pemerintah terpilih.

Pelaksanaan program tersebut menunjukkan ketidaksiapan, dengan target dan tujuan yang tidak jelas. Evaluasi dari pelaksanaan program ini tidaklah cukup kita lakukan hanya melihat aspek tata kelola yang sifatnya teknis saja, atau problem transparansi serta pengawasan yang terkait dengan penggunaan anggaran saja.

Kekacauan dalam pelaksanaan program ini menandakan bahwa pemerintah telah abai dan lalai dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai pengurus rakyat, sehingga akhirnya program ini berjalan dengan minimnya perancangan. Tidak ada tindakan antisipasi dari pihak pelaksana program ini, sama saja seperti mempertaruhkan kualitas dan masa depan generasi umat.

Persoalan ini terjadi tidak semata-mata karena kelalaian teknis, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam paradigma pengelolaan negara. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan hari ini adalah evaluasi dan koreksi yang mendasar terhadap pelaksanaan program tersebut, yaitu koreksi terhadap paradigma dan konsep yang melandasi pelaksanaan tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan hak rakyat, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pokok pangan dan kebutuhan gizi.

Kita mengetahui bahwa pemerintah hari ini masih menggunakan paradigma sistem pengelolaan dan pengaturan negara dalam bingkai kapitalisme liberal. Sistem inilah yang telah melahirkan pemerintah yang abai terhadap rakyat. Di dalam paradigma kapitalisme liberal, negara hanya berfungsi sebagai fasilitator dan regulator saja, bukan sebagai penanggung jawab dan pengurus bagi pemenuhan hajat rakyat. Sementara pihak yang menjalankan kewenangan untuk mengurusi hajat masyarakat ini diserahkan pada korporasi, baik itu korporasi milik negara maupun korporasi milik swasta. Akhirnya program-program seperti ini hanya menjadi bancakan untuk mencari keuntungan semata.

Ditambah lagi, pengelolaan pangan secara umum yang dianut oleh negeri ini yaitu menggunakan konsep industrialisasi pangan. Penyediakan pangan dan gizi bagi rakyat hanya berorientasi pada bisnis dan ekonomi, bukan dilandasi oleh prinsip pelayanan pemerintah pada rakyatnya.

Selama konsep kapitalisme ini yang digunakan dalam mengurusi rakyat, maka kekisruhan, kekacauan dan pengabaian terhadap hak-hak rakyat ini akan terus ada dan tidak akan bisa diselesaikan. Oleh karena itulah, kita membutuhkan perubahan yang bersifat sistemik yaitu pada Islam. Karena memang hanya Islamlah yang mempunyai konsep yang shohih dan benar-benar berorientasi pada rakyatnya.

Di dalam pandangan Islam, pangan itu adalah hajat hidup bagi setiap individu rakyat. Negara wajib hadir yaitu berfungsi sebagai penanggung jawab terhadap pemenuhan hak hidup masyarakat. Negara wajib menjamin agar setiap individu rakyat bisa terpenuhi kebutuhan individu per individu juga secara keseluruhannya. Semua ini hanya akan terwujud di dalam negara yang menerapkan aturan Islam yang menjalankan fungsinya sebagai riayah atau pelayanan. Bukan negara yang berlandaskan pada konsep bisnis.

Bahkan di dalam Islam, pemenuhan yang disediakan oleh negara pun juga harus memenuhi standar kuantitas yang mencukupi dan memadai bagi seluruh rakyat dan berdasarkan pada standar kehidupan masyarakat setempat. Selain itu juga wajib memenuhi standar kualitas halal dan toyib, yaitu memenuhi aspek keamanan dan keterpenuhan gizinya. Sudah saatnya kita meninggalkan aturan Kapitalisme Liberal dan beralih kepada aturan Islam yang membawa rahmat dan kesejahteraan. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here