Opini

Sekat Nasionalisme Membungkam Ukhuwah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sarie Rahman

Wacan-edukasi.com, OPINI--India dan Pakistan akhirnya sepakat untuk menghentikan pertempuran dan melaksanakan gencatan senjata setelah beberapa hari terjadi bentrokan di perbatasan. Kesepakatan ini tercapai berkat bantuan mediasi dari Amerika Serikat. Namun, meskipun gencatan senjata telah diumumkan, hingga Sabtu malam (10 Mei 2025), suara ledakan masih terdengar di daerah perbatasan antara kedua negara, menurut laporan Reuters. Situasi menjadi semakin tegang karena India dan Pakistan saling menyalahkan atas terjadinya ledakan tersebut, meskipun mereka telah sepakat untuk menghentikan kekerasan. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi penyebab utama terjadinya konflik atau bentrokan antara India dan Pakistan? (CNBC Indonesia, 11/05/2025).

Sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1947, India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga perang besar, yang semuanya dipicu oleh sengketa wilayah Kashmir. Kawasan ini menjadi sumber konflik berkepanjangan karena kedua negara mengklaim hak atas wilayah tersebut. Ketegangan ini semakin memanas pada masa Perang Dingin, ketika konflik regional sering menjadi ajang perebutan pengaruh antara negara-negara besar. Saat itu, Uni Soviet memberikan dukungan kepada India, sementara Amerika Serikat dan China memilih berpihak kepada Pakistan. Dukungan ini bukan hanya bersifat politik, tetapi juga berupa bantuan militer dan teknologi persenjataan.

Menariknya, hingga saat ini rivalitas antara India dan Pakistan masih berlangsung, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Kini, setiap ketegangan di perbatasan sering dimanfaatkan sebagai kesempatan oleh negara-negara besar seperti China untuk menguji kemampuan alat utama sistem persenjataan (alutsista) mereka. Hal ini menjadikan kawasan tersebut tidak hanya sebagai titik panas geopolitik, tetapi juga sebagai laboratorium uji coba kekuatan militer global.

Solidaritas Butuh Senjata, Bukan Sekadar Doa

Militer Pakistan dikenal sebagai salah satu kekuatan militer terkuat kaum Muslimin, baik dari segi jumlah personel maupun kecanggihan persenjataannya. Dengan kemampuan yang dimiliki, seharusnya militer Pakistan mampu memberikan dukungan nyata terhadap perjuangan rakyat Palestina yang selama ini hidup di bawah penjajahan. Mengingat pengalaman tempur dan peran aktif militer Pakistan dalam berbagai misi internasional serta konflik regional, kontribusi mereka bisa sangat berarti jika diarahkan untuk membela saudara seiman yang tertindas.

Militer Pakistan bukan hanya besar secara kuantitas, tetapi juga memiliki kualitas yang diakui dunia. Mereka memiliki persenjataan modern, sistem pertahanan yang maju, serta angkatan bersenjata yang terlatih baik. Selain itu, Pakistan juga merupakan negara Muslim pertama yang memiliki kekuatan nuklir, menjadikannya simbol kekuatan dunia Islam. Dalam konteks ini, peran Pakistan sangat potensial untuk menjadi pelindung bagi negara-negara Muslim yang mengalami penindasan, seperti Palestina.

Namun, agar kekuatan seperti ini benar-benar digunakan untuk membela umat, perlu ada penyadaran di kalangan masyarakat Muslim. Penyadaran ini penting supaya kita semua paham bahwa solidaritas antarnegara Islam bukan hanya soal kata-kata, tapi juga tindakan nyata. Jika negara-negara besar Muslim seperti Pakistan bersatu dan bergerak, perjuangan Palestina bisa mendapat dukungan yang lebih kuat dan berarti, dan agar kekuatan seperti militer Pakistan tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga alat nyata dalam memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan umat Islam di seluruh dunia.

Ketika Nasionalisme Mengalahkan Ukhuwah

Alih-alih belajar dari sejarah, Pakistan kembali terseret dalam konflik bersenjata dengan India terkait isu lama yang belum tuntas, yakni sengketa wilayah Kashmir. Ironisnya, dalam waktu yang sama, tragedi kemanusiaan yang jauh lebih mendalam sedang berlangsung di Palestina, di mana rakyat Muslim dibantai, diusir, dan dikepung tanpa ampun. Pertanyaannya, mengapa begitu cepat militer Pakistan bereaksi terhadap konflik yang bersifat nasionalistik, mengapa begitu mudah mereka turun ke medan perang karena masalah perbatasan, namun justru tampak pasif ketika umat Islam saudara seimannya di belahan dunia lain menjerit meminta tolong, membutuhkan solidaritas nyata?

Bukankah seharusnya solidaritas keislaman melampaui batas-batas negara?
Tidakkah ini saatnya bagi Pakistan dan kita semua membuka mata bahwa umat Islam bukan hanya sekadar warga negara, tapi satu tubuh yang bila satu bagian sakit, seluruhnya harus merasakannya? Apakah nasionalisme sempit kini lebih berharga daripada ukhuwah Islamiyah? Apakah darah Muslim hanya bernilai ketika tumpah di dalam wilayah yang dianggap milik sendiri?

Ketika Tangis Palestina Tak Lagi Menggetarkan Iman

Ini bukan sekadar kritik terhadap kebijakan luar negeri Pakistan, melainkan panggilan untuk seluruh dunia Islam agar kembali meninjau ulang arah perjuangan mereka. Sudah saatnya negara-negara Muslim besar, seperti Pakistan menunjukkan komitmen sejatinya terhadap prinsip keadilan global dan persaudaraan umat. Mengangkat senjata demi kedaulatan sah-sah saja, namun membisu saat Palestina berdarah adalah pengkhianatan terhadap amanah sejarah dan ukhwah Islamiyyah.

Sudah seharusnya tentara Pakistan tidak tinggal diam. Mereka memiliki kekuatan dan sumber daya yang cukup untuk menjadi pelindung umat Islam yang tertindas, termasuk saudara-saudara mereka di Palestina yang setiap hari menghadapi kekejaman dan penjajahan. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan perintah untuk memerangi penindasan dan membela kaum yang tertindas, seperti yang tercantum dalam surat At-Taubah ayat 14: “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan tangan-tangan kalian…”
dan dalam Al-Baqarah ayat 191 yang berbunyi: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu…”.

Ayat-ayat ini bukan sekadar teks, tetapi seruan nyata bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang memiliki kekuatan militer seperti Pakistan. Mengapa diam saat saudara seiman disiksa dan dibantai. Apakah kita rela melihat anak-anak Palestina dihancurkan masa depannya sementara kita bersandar dalam kenyamanan? Sudah waktunya kekuatan militer Muslim digunakan untuk membela Islam, bukan hanya untuk politik dalam negeri. Ini bukan sekadar soal politik atau diplomasi melainkan tentang tanggung jawab iman.

Menggenggam Kembali Cahaya Peradaban Islam di Bawah Satu Kepemimpinan

Selanjutnya umat Islam di seluruh dunia akan bersatu untuk mengangkat seorang pemimpin sejati, seorang khalifah yang mampu menyatukan seluruh kaum Muslimin tanpa memandang suku, bangsa, atau batas negara. Pemimpin ini bukan sekadar simbol, melainkan sosok yang akan membawa visi besar yaitu menjaga kehormatan, melindungi kemuliaan, dan memperjuangkan hak-hak umat Islam di seluruh penjuru dunia. Ia akan menjadi panutan dalam keadilan, keberanian, dan kepedulian terhadap umat, serta menegakkan syariat Islam dengan penuh kebijaksanaan. Dalam kepemimpinannya, Islam akan kembali menjadi rahmat bagi seluruh alam, menyebarkan perdamaian, ilmu, dan keadaban. Maka sudah saatnya kaum Muslimin menyadari pentingnya persatuan umat dalam satu kepemimpinan global demi membangun peradaban Islam yang agung, bermartabat, dan berpengaruh di dunia yaitu Khilafah.

Ketika derita saudaramu hanya jadi berita, dan tangis Palestina tak lagi mengetuk nurani, barangkali yang mati bukan hanya jiwa, tapi juga iman yang kau biarkan terkubur di bawah bendera [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here