Oleh: Siti Sarisma, S.Pd. (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI–Gawat! Bentrok antar warga terjadi kembali, Sabtu (19/4/2025), warga lorong Papan dengan warga lorong Gudang Arang bertikai di jalan TM Belawan, Kelurahan I, Kecamatan Medan Belawan. Pertikaian itu menewaskan seorang remaja 14 tahun warga lorong Gudang Arang akibat tertembak peluru senapan angin di bagian dada kanannya.
Dikutip dari Sindosumut.com, pertikaian antar lorong itu terhenti setelah petugas Polres Pelabuhan Belawan dan Polsek Belawan tiba di lokasi kejadian. Namun, petugas sempat mendapat lemparan batu dari warga yang bertikai. Bahkan, hingga Minggu (20/4/2025) pagi, polisi masih berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian.
Konflik ini disebut telah berlangsung lama dan berulang sampai berkali-kali merenggut nyawa, ada juga yang luka-luka akibat bacokan atau pun terkena panah. Diketahui pelaku bentrok rata-rata masih di bawah umur.
Warga sekitar merasa heran, resah, dan terganggu, bahkan susah tidur, karena tidak sedikit rumah warga yang turut dilempar batu. Padahal, entah permasalahan apa yang menyebabkan bentrok antar kedua lorong ini sering terjadi.
Bentrok antar lorong seperti di Kecamatan Medan Belawan ini sebenarnya terjadi juga di wilayah lain. Pelakunya pun sama-sama usia remaja, mereka bentrok dengan remaja satu kampungnya sendiri. Kasus seperti ini tidak akan selesai apa bila aparat hanya melakukan pengawasan, apa lagi melakukan tindakan kalau hanya ada laporan saja.
Ini jelas bukan solusi, malahan masyarakat akan berkurang kepercayaannya kepada aparat negara. Negara sering kali hadir setelah bentrok pecah, tidak melakukan pencegahan serius dan ketat meski konflik ini dikatakan sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Sistem hukum hanya bersifat reaktif bahkan lemah dalam menciptakan rasa aman yang hakiki bagi masyarakat, walhasil stabilitas sosial sangat kacau.
Ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas sosial, khususnya di wilayah padat dan miskin seperti Kecamatan Medan Belawan. Keterlibatan remaja dalam kekerasan fisik sejatinya dipicu oleh banyak faktor, diantaranya, lemahnya kontrol diri dan krisis identitas, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi atau hidup, pengaruh media, lingkungan rusak, hingga lemahnya hukum dan penegakannya.
Lemahnya kontrol diri dan krisis identitas tidak lepas dari jauhnya mereka dengan Islam, sebab hanya Islam yang mampu membentuk kepribadian mulia pada diri seseorang. Namun, kehidupan sekuler membentuk pola pikir sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, membentuk pola pikir sekuler dan pola sikap liberal.
Walhasil, tujuan hidupnya hanya berputar pada kepuasan materi atau mencari kesenangan duniawi termasuk menyalurkan emosi melalui bentrok antar lorong. Hidupnya tidak produktif karena dipenuhi dengan aktivitas yang sia-sia bahkan membuat onar di tengah masyarakat.
Disfungsi peran keluarga, terutama ibu. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kemiskinan struktural telah memaksa para ibu bekerja membantu ekonomi keluarga. Sehingga, para ibu tidak sempat lagi mendidik anak-anaknya karena sibuk bekerja di luar rumah demi bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Belum lagi para orang tua yang memang tidak paham dalam mendidik anak-anaknya.
Ada pun keberadaan media yang mengedepankan bisnis dibanding edukasi. Tayangan-tayangan media hari ini mengarahkan potensi besar remaja pada hal-hal negatif atau kemaksiatan, potensi besar remaja pun tersalurkan pada kerusakan bukan kebangkitan.
Belum lagi negara yang jelas abai terhadap pembentukan kepribadian mulia pada remaja. Negara dengan sistem kapitalisnya menerapkan pendidikan sekuler yang justru merusak pemikiran generasi. Kebijakan-kebijakan terkait generasi pun jauh dari kebijakan yang manusiawi dan berujung menyia-nyiakan potensi besar yang harusnya bisa menjadi tonggak perubahan peradaban Islam yang mulia.
Lingkungan masyarakat yang rusak, individualis, pembiaran terhadap pelaku kerusakan seperti pemakai narkoba, pencuri, begal, dan sebagainya, dan kemaksiatan juga akan membawa pengaruh besar kepada para pemuda. Ditambah lagi lemahnya hukum dan penegakan hukum yang tidak tuntas atau tidak mengakar, tumpul ke atas tajam ke bawah, bertindak jika ada laporan, kalau tidak ada laporan maka senyap tanpa suara.
Berbeda dengan penerapan aturan Islam secara kaffah dalam sebuah negara yang berasas akidah Islam yang disebut khilafah. Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat termasuk pembentukan generasi berkualitas unggul dan bertakwa.
Dalam Islam, keluarga terutama ibu adalah guru yang harus mengenalkan anak identitas dirinya sebagai seorang Muslim. Sehingga, dia mampu berpikir dan beramal atau melakukan perbuatan dengan standar Islam. Inilah yang akan membuat anak mampu mengontrol diri agar tidak mudah berbuat kerusakan dan kemaksiatan.
Negara Islam menjamin kesejahteraan individu, menyediakan lapangan pekerjaan kepada para pencari nafkah yaitu ayah, mencukupi kebutuhan setiap rumah tangga, murahnya atau bahkan gratisnya pendidikan, bahkan pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat.
Negara Islam tidak akan mencekik masyarakat dengan harga-harga yang mahal. Sehingga, para ibu tidak perlu lagi terjun untuk membantu perekonomian keluarga.
Islam juga memiliki sitem pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan yang ada hari ini. Pendidikan Islam menghasilkan generasi yang berkepribadian mulia yang mampu mencegahnya berbuat kriminal. Pendidikan Islam membina manusia untuk memahami jati dirinya sebagai hamba Allah SWT yang wajib melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Negara dalam Islam juga menyiapkan kurikulum pendidkan dalam keluarga sehingga terciptalah keluarga yang harmonis yang senantiasa menjadi tempat atau rumah bagi orang-orang yang bertumbuh di dalam keluarga tersebut, sehingga tumbuh menjadi manusia yang tenang, mudah mengelola emosi, dan mampu hidup di tengah-tengah masyarakat untuk membawa pengaruh positif.
Ada pun media dalam Islam, diperuntukkan untuk menyebarkan informasi yang bersifat mendidik, bukan bisnis apa lagi tayangan yang bersifat porno. Begitu pula dengan lingkungan masyarakat, akan ada kebiasaan amar ma’ruf nahi munkar. Tidak ada pembiaran terhadap pelaku kerusakan dan kemaksiatan.
Negara Islam juga bertanggung jawab penuh untuk menegakkan hukum bagi pelaku kekerasan. Tidak tebang pilih, semua yang bersalah akan mendapatkan sanksi sesuai dengan kadar kejahatannya. Beginilah seharusnya yang dilakukan negara untuk mewujudkan stabilitas sosial.[WE/IK].
Views: 0
Comment here