Opini

Pengangguran Marak, Kapitalisme Gagal Wujudkan Kesejahteraan

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Fitriani, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI–Permasalahan ketenagakerjaan global menjadi trend topik belakangan ini. Secara fakta, negara-negara besar dunia telah melaporkan lonjakan angka pengangguran yang tinggi. Di tengah tekanan inflasi, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan rapuhnya pemulihan ekonomi global. Kondisi ketidakpastian politik di masing-masing negara ikut menambah tekanan ekonomi yang melemahkan pasar tenaga kerja.

Pengangguran menjadi salah satu masalah ekonomi yang paling urgen, ketika grafiknya semakin meninggi kondisinya bisa menyebabkan ketimpangan struktur ekonomi. Sebagaimana saat ini gelombang pengangguran tengah menghantam berbagai negara di belahan dunia. Beberapa negara besar seperti Prancis, Cina, Inggris, dan AS mengalami pengangguran tertinggi.

Indonesia dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Kawasan ASEAN

Terjadinya krisis tenaga kerja secara global menandai betapa rapuhnya fondasi sistem ekonomi dunia. Permasalahan ini juga berpengaruh keras terhadap kondisi sosial masyarakat. Muncul fenomena baru yang dilakukan generasi muda. Banyak anak muda di China belakangan berpura-pura bekerja, bahkan bersedia kerja tanpa digaji, semata demi dianggap kerja.

Sementara di Kawasan ASEAN pada tahun 2025, Indonesia menjadi negara tertinggi angka penganggurannya, hingga mencapai 4,76 persen pada periode Maret 2025. Hal ini didasarkan pada laporan Trading Economics yang dirilis Kamis, 14 Agustus 2025. (TEMPO.CO, Jakarta)

Angka tersebut setara dengan 7 juta lebih penduduk yang tidak memiliki pekerjaan. Meski begitu, data tersebut menunjukkan adanya penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara keseluruhan, dengan tren angka mencapai 4,76% pada Februari 2025, dibanding tahun sebelumnya yang berada di level 4,91 persen.

Namun, masih harus menjadi perhatian karena peningkatan pengangguran absolut menjadi 7,28 juta orang dengan mempertimbangkan angka pengangguran tertinggi adalah kaum muda. Padahal sejatinya, anak muda adalah tumpuan masa depan bangsa. Hari ini predikat itu memudar karena pada faktanya mereka justru menjadi korban kegagalan sistem.

Penyebab Tingginya Angka Pengangguran

Ketimpangan konsentrasi kekayaan dunia menjadi salah satu penyebab tingginya angka pengangguran, termasuk di Indonesia. Jika didasarkan pada Data Chelios, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia. Sementara yang terjadi saat ini, negara tidak menyediakan lapangan kerja bagi semua rakyat.

Upaya pemerintah dengan mengadakan job fair tidak menjadi solusi karena dunia industri mengalami badai PHK. Sedangkan pembukaan jurusan vokasi dan sekolah tidak menjamin lulusan mudah mendapatkan kerja. Hal ini terbukti dari banyaknya lulusan vokasi yang menganggur.

Perkembangan teknologi memang menciptakan lapangan kerja baru. Pada waktu yang sama, otomatisasi dengan mesin dan AI semakin mengancam pekerjaan kelas menengah. Fenomena ini memperlihatkan bahwa solusi kapitalis seperti job fair dan vokasi tidak menyentuh akar masalah. Ketimpangan distribusi sumber daya dan lemahnya perlindungan negara terhadap rakyat menghapus jutaan pekerjaan tradisional. AI memangkas peran manusia di industri teknologi.

Beberapa negara besar telah memberlakukan pengurangan tenaga kerja sebagai konsekuensi penerapan AI yang mampu menyelesaikan hingga 50% pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia. Seperti yang kini marak di Amerika Serikat (Amazon, Salesforce, dan lain-lain). Dampaknya, banyak tenaga kerja yang tidak siap beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang semakin menuntut keterampilan digital dan fleksibilitas tinggi.

Fenomena lain globalisasi dan sistem ekonomi kapitalis memperparah situasi dengan menjadikan tenaga kerja sebagai faktor komoditas. Perusahaan multinasional kerap memindahkan pabrik ke negara lain dengan upah murah, sehingga menciptakan ketidakstabilan pekerjaan di negara asal dan memunculkan persaingan tidak sehat antar pekerja.

Dampak pengangguran global tidak hanya terasa pada ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial dan politik. Tingginya pengangguran dapat memicu gelombang migrasi, ketidakstabilan sosial, hingga meningkatnya potensi konflik. Di sisi lain, frustrasi generasi muda akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan layak, berpotensi menurunkan kepercayaan diri dan cenderung mengambil tindakan yang melenceng dari akidah. Tidak sedikit yang terjerat pinjol, utang rentenir, utang riba, dan potensi berakhir pada kasus pembunuhan atau malah bunuh diri.

Jadi, bahaya terbesar bukan hanya soal pengangguran hari ini, tetapi keruntuhan masa depan suatu bangsa. Ketika generasi muda kehilangan harapan, produktivitas nasional melemah, inovasi mandek, dan ketahanan ekonomi hancur. Semua ini disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi dunia. Akibatnya, lapangan kerja tidak tersedia atau ada hanya tidak layak. Secara otomatis kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Solusi Pengangguran dalam Sistem Islam

Oleh karena itu, solusi terhadap pengangguran global tidak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata. Diperlukan kebijakan yang menekankan pada pemerataan kesempatan kerja serta sistem ekonomi yang lebih adil. Pengangguran akan terus jadi persoalan ketika sistem ekonomi kapitalis masih diterapkan dalam kehidupan ini.

Sistem adil hanya dapat diciptakan melalui penerapan aturan yang shahih, yakni aturan Islam. Penguasa dalam sistem Islam berperan sebagai raa’in yaitu mengurusi rakyatnya.

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:

“Imam (khalifah) adalah pengurus (ra’in) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa negara bertanggung jawab penuh termasuk menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, baik melalui pendidikan, bantuan modal, industrialisasi, pemberian tanah, dan lainnya. Negara wajib menjamin rakyat bisa bekerja atau minimal terpenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Jika seseorang tidak mampu bekerja, negara berkewajiban memenuhi kebutuhannya. Tenaga kerja dipandang sebagai amanah yang harus dijaga, tidak boleh dipandang sebagai komoditas saja yang tunduk pada hukum pasar. Pekerjaan bagi setiap kaum muslim adalah ibadah, bukan sekadar faktor produksi.

Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan kekayaan dunia terdistribusi secara adil, tidak terkonsentrasi pada segelintir pihak. Melalui sistem pendidikan Islam, negara menyiapkan SDM berkualitas, tidak hanya siap kerja, tetapi memiliki keahlian di bidangnya.

Pendidikan dalam Islam tidak sekadar berorientasi pada pencapaian ijazah atau keterampilan teknis semata, melainkan membentuk manusia yang berilmu, beriman, dan beramal. dan memiliki syakhsiyah Islamiah. Dengan paradigma ini, pendidikan Islam memiliki kekuatan untuk menjawab masalah pengangguran yang marak dalam sistem kapitalis sekaligus mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here