Oleh: Ledy Ummu Zaid
Wacana-edukasi.com, OPINI–Dewasa ini, muncul fenomena baru yang kian marak di Indonesia. Sebut saja filisida maternal atau istilah yang digunakan untuk menyebut tindak kriminal pembunuhan anak oleh sang ibu. Alih-alih tidak ingin melihat anaknya sengsara, seorang ibu malah membuat buah hatinya meregang nyawa.
Filisida Maternal Kian Marak
Dilansir dari laman antaranews.com (08/09/20205), seorang ibu di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung tega meracuni dua anaknya yang berusia 9 tahun dan 11 bulan. Setelah melakukan aksinya, sang ibu pun meregang nyawa dengan gantung diri.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), peristiwa ini termasuk filisida maternal dimana seorang ibu dengan sengaja membunuh anaknya. Usut punya usut, hal ini ia lakukan lantaran beban ekonomi dan kekesalannya terhadap sang suami.
Di tempat yang berbeda, seorang ibu di Kabupaten Batang, Jawa Tengah juga ingin menghabisi nyawa anaknya, seperti yang dilansir dari laman antaranews.com (04/08/2025). Adapun dua anak perempuannya yang berusia 6 dan 3 tahun ditemukan tewas di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sang ibu yang berinisial VM selamat dan bersembunyi di sebuah toilet umum di sekitar lokasi kejadian.
KPAI pun menyebutnya familisida maternal atau bunuh diri bersama keluarga. Diketahui pelaku ingin mengakhiri hidupnya dengan mengajak anak-anaknya ke tengah laut, tetapi ia terseret ombak dan selamat. Akhirnya, pelaku harus menjalani pemeriksaan psikologis karena diduga stres sembari menjalani proses hukum yang berlaku.
Mental Ibu Terganggu
Miris, melihat kenyataan bahwasanya naluri keibuan telah mati. Banyak ibu yang akhirnya tega membunuh anaknya sendiri. Orang yang semestinya paling sayang kepada anak, tetapi nyatanya harus bertekuk lutut pada keputusasaan hidup. Lantas, apa yang membuat mentalnya terganggu? Beban ekonomi dan ketidakharmonisan rumah tangga serta tidak ada dukungan dari masyarakat dan pemerintah semakin menyulitkan peran seorang ibu.
Sejatinya, jika kita mau melihat lebih dalam, kasus filisida maternal yang kian marak ini bukanlah persoalan individu belaka. Secara pasti, ini merupakan persoalan sistemik yang mana pasti ada faktor penyebab sang ibu tega membunuh anaknya. Sebagai contoh, kasus bunuh diri seorang ibu di Kabupaten Bandung yang sebelumnya menghabisi nyawa anak-anaknya ini terbukti karena tekanan ekonomi. Diketahui ia putus asa hidup dengan menanggung utang.
Inilah gambaran kehidupan di sistem yang rusak, yakni sistem kapitalisme sekuler. Faktanya, kekayaan tidak merata di masyarakat. Hanya segolongan elit yang mendapat kesejahteraan. Sedangkan rakyat banyak yang terpeleset dalam lubang kesengsaraan dan kehancuran. Di satu sisi, pemerintah juga turut andil membuat kebijakan yang salah dimana hanya para pemilik modal yang diuntungkan.
Walhasil, kaum adam akan kesulitan mencari nafkah untuk keluarganya. Persoalan tingginya tingkat penganguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terus menghantui. Tak sedikit yang akhirnya terlibat, baik pinjaman online (pinjol) maupun judi online (judol) yang kini telah menjadi gaya hidup masyarakat kita. Rusaknya tatanan masyarakat hari ini menyebabkan individu rapuh dan mentalnya terganggu, tak terkecuali seorang ibu.
Islam Menjaga Keluarga
Sebaliknya, dalam sistem Islam yang adil, seorang ibu diposisikan sebagai ummun wa rabbatul bait. Kedudukannya yang mulia dalam keluarga akan menjamin kebahagiaannya sehingga ia pun akan mudah menjalankan seluruh amanah rumah tangga. Sebagai contoh, Islam juga membolehkan seorang ibu untuk tidak berpuasa di kala hamil dan menyusui. Sedangkan, suami atau walinya yang harus menanggung nafkahnya.
Dalam hal ini, seorang suami akan bersungguh-sungguh menjadi qowwam yang akan memenuhi kebutuhan keluarganya dan melindunginya dari azab yang pedih di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,” (TQS. At-Tahrim: 6).
Di sisi lain, penguasa bertanggung jawab memudahkan rakyatnya dalam mencari nafkah yang halal. Dengan menyediakan kesehatan dan pendidikan gratis, laki-laki tidak memikul beban yang berat dalam memimpin keluarganya. Dengan demikian, seorang ibu akan fokus pada tugasnya dalam mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya.
Daulah (negara) tentu akan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang mandiri tanpa campur tangan swasta dan asing, membuat keuangan negara dalam Baitul Maal akan stabil. Negara tidak mungkin terlibat utang luar negeri. Adapun ketika kas negara sedang kosong, daulah boleh memungut pajak, tetapi hanya kepada laki-laki muslim yang kaya saja. Hal tersebut pun tidak berlangsung selamanya.
Di sinilah seorang khalifah (pemimpin) berperan sebagai ra’in yang akan melakukan ri’ayah (pemeliharaan) terhadap setiap individu rakyatnya. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Adanya sistem pendidikan Islam juga mengantarkan kaum muslimin memiliki syakhsiyah islamiyyah (kepribadian Islam) yang akan melindungi diri mereka dari kemaksiatan. Segala yang dilakukan dalam rangka mencari rida Al-Khaliq, Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi, tidak akan ada kasus ibu membunuh anak karena Islam sangat menjaga keluarga.
Khatimah
Dengan demikian, sudah seharusnya kaum muslimin seluruhnya merindukan peradaban Islam yang mulia ini. Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam membangun daulah Islam pertama di Madinah, dan dilanjutkan para sahabat, yakni khulafur rasyidin menjadi bukti kegemilangan Islam hingga memimpin dunia selama 13 abad. Penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) dalam kepemimpinan Islam, khilafah islamiyyah ‘ala minhajin nubuwwah akan menjaga setiap individu muslim. Tidak seperti hari ini, sistem kufur kapitalisme merusak masyarakat hingga fenomena filisida maternal kian marak di sistem kehidupan yang rusak ini.
Views: 1
Comment here