Opini

Malapetaka Makan Bergizi Gratis

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Rahmatul Aini (Penulis & Aktivis Dakwah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Sejak uji coba Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa wilayah muncul berbagai macam problem. Viral di media sosial kasus penemuan belatung di Lombok Timur yang disajikan pada bulan ramadhan lalu, kepala sekolah Fathurrahman mengkonfirmasi menu untuk berbuka kemarin ada buah, burger, telur dan kurma. Kemudian para siswa membawa pulang untuk berbuka puasa. Namun saat hendak dimakan burgernya terdapat belatung di dalam (detik.com, 13/03/2025).

Di Sumba, kasus daging mentah dalam kotak makan bergizi gratis juga menjadi sorotan. Pihak Vendor tidak mau tanggung jawab bahkan secara sepihak menghentikan pengiriman MBG lantaran tudingan pihak Sekolah yang menuduh vendor tidak profesional dalam memberikan pelayanan. Padahal fakta di lapangan juga membuktikan tidak hanya daging mentah, temuan helai rambut juga, pada hari pertama siswa dibagikan hanya dikasih nasi mentah dan mie, lalu gizinya dimana? Jelas Kepala Sekolah SDN Inpres 3 Waingapu Hamuli (kompas.id, 22/02/2025).

Semakin kesini program MBG makin memprihatinkan yang lebih miris adalah program MBG ini sampai menelan korban. Seperti di Lombok Tengah SDN Repok Tunjam Desa Taman Indah, Kecamatan Pringgarata, 5 Siswa harus di larikan ke puskesmas setempat diduga mengalami keracunan akibat menyantap MBG (ntbsatu.com, 24/04/2025).

Sungguh sangat disayangkan, pasalnya tujuan diprogramkan MBG ini dalam rangka pemenuhan gizi, serta upaya agar generasi terhindar dari stanting dan melahirkan output generasi berprestasi. Ternyata itu semua hanya ilusi.

Pro kontra MBG

Progam MBG masih menuai pro kontra dikalangan masyarakat, sebagian mereka menilai program ini justru berjalan secara paksa artinya dari segi kemampuan sebenarnya negara tidak mampu.
Dalam hal ini kita bisa melihat ada sesuatu yang lebih urgen yang seharusnya menjadi acuan pemerintah dalam menjalankan program yakni kesehatan gratis, pendidikan gratis yang mencakup rakyat secara keseluruhan, biaya hidup yang serba mahal mengakibatkan kriminalitas tinggi, memberantas mafia korupsi, kesenjangan sosial terus terjadi.

Seharusnya menjadi fokus pemerintah memperbaiki negeri ini, jika biaya kehidupan murah akan kita dapati anak-anak yang tidak kekurangan gizi, tidak akan kita jumpai lansia hidup dibawah kolong jembatan seorang diri.

Polemik MBG Tiada Henti

Belum lagi bicara anggaran MBG yang fantastis walaupun masih dalam tahap uji coba dan secara berkala. Polemik MBG justru terus bermunculan dipermukaan, misalnya efesiensi negara yang berimbas kepada ratusan bahkan ribuan para pekerja di PHK, kuota beasiswa dipangkas, pajak semakin naik, hutang bertambah banyak.

Di beberapa daerah justru mereka merasa dirugikan sebab hampir 1 Rp milyar yayasan pengelola MBG belum membayar katering selama 2 bulan. Dampaknya, pengoperasian dapur MBG sekitar wilayah Kalibata untuk sementara waktu dihentikan (kompas.id, 15/04/2025). Ada juga yang mengeluarkan biaya dari kantong pribadi untuk menalangi biaya produksi demi memperoleh bahan-bahan guna menyiapkan menu MBG (tempo.com, 21/04/2025).

Lalu kemana anggaran sebesar Rp 71 triliyun bahkan diproyeksikan naik sampai Rp 171 triliun? Apakah ada penyimpangan dana program seperti yang diungkapkan oleh KPK setempat menyebutkan bahwa kemungkinan besar penipuan pada bulan Maret 2025 (bbcindonesia.com, 27/04/2025).

Dampak Sistem Sekuler

Setiap program yang berjalan merupakan tambang emas bagi para pejabat korup salah satunya kasus MBG, syarat akan korupsi sudah menjadi rahasia umum dalam sistem kapitalisme.

Sebenarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak ada keuntungan sama sekali kepada rakyat. Di sisi lain rakyat dituntut paksa, diperas untuk menggaji para penguasa lewat pajak. Namun timbal balik penguasa justru berlawanan mereka hanya menuntut hak kepada rakyat sedangkan kewajiban mereka tidak terlaksana.

Hari ini masih banyak kita jumpai anak-anak harus melewati puluhan kilo menyebrang mendayung perahu untuk bisa sampai ke sekolah, ada rakyat yang makan nasi sisa demi bertahan hidup. Sementara para penguasa makan di hotel bintang lima, kendaraan mewah, rumah megah, tanpa memikirkan nasib rakyat.

Solusi Pragmatis

Upaya pemerintah dalam menangani masalah generasi lewat program MBG kurang tepat, jika sasarannya adalah memperbaiki gizi dan meningkatkan kualitas kecerdasan generasi seharusnya kebijakan yang dibuat adalah memenuhi kebutuhan rakyat secara keseluruhan atau minimal kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan serba murah. Bukan malah mengadakan program dengan dana besar-besaran yang ujungnya di korupsi lalu mengorbankan rakyat yang lain.

Solusi pragmatis tampak bahwa kebijakan yang dibuat bukan menyelesaikan masalah justru menambah masalah.

Problem solving dalam Islam

Inilah komparasi antara Islam dengan kapitalisme. Jika asas kapitalisme adalah manfaat selama itu pula kebijakan yang dibuat adalah untuk segelintir orang yang menjabat, sedangkan Islam menstandarkan asas kepada kepentingan ummat.

Oleh sebab itu penguasa dalam hal ini khalifah akan mengupayakan kesejahteraan secara merata tidak tebang pilih.

Kas baitul mall atau APBN negara diperoleh bukan dari hasil talangan masyarakat miskin, tapi dari pengelolaan sumber daya alam, tambang emas, perak, batu bara dan kekayaan yang lain menjadi hak umum dan ini tidak boleh di privatisasi seperti halnya sekarang yang menyebabkan ketimpangan sosial makin tinggi.

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Generasi Unggul lahir dari Sistem Islam

Mengupayakan generasi yang cerdas dan sehat tidak akan pernah bisa terealisasi dalam sistem sekarang. Slogan menuju Indonesia emas berubah menuju Indonesia cemas.

Kebijakan apa yang harus dibanggakan dalam sistem sekarang? Keuntungan apa yang didapatkan oleh rakyat dari regulasi penguasa? Sementara nyata kedzaliman di pertontonkan! program yang berjalan bukan pro rakyat tapi jalan para tikus-tikus berdasi memenuhi lifestyle mereka.

Generasi unggul hanya ada dalam sistem yang sempurna. Islam tidak hanya sebagai agama yang mengatur ibadah semata tapi juga mengatur aspek sosial, politik, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Sempurnanya Islam sebab aturan yang ada berasal dari Allah SWT bukan dari hasil pikiran manusia yang lemah dan terbatas, Allah yang paling tau kebaikan dan keburukan untuk hambaNya. Syariat Islam memiliki konsep yang dikenal sebagai Maqashid Syariah yakni menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

13 abad lamanya 2/3 dunia dikuasai, luas wilayah Islam sekitar 20.000.0000 km² melahirkan para ilmuan yang cerdas lagi berkualitas, tokoh-tokoh ini dikenal dalam kancah dunia penemuan mereka menjadi wasilah kebaikan banyak orang sampai detik ini.

Seperti Ibnu Al-Haitsami penemu teori tentang lensa mata, Abu Qasim Al-Zahrawi menciptakan alat bedah, Abas Ibnu Fina pakar dalam bidang Mesin, Fisika, Astronomi, Musisi, Sastrawan dan juga Penerbang dan masih banyak lagi.

Sudah saatnya mewujudkan generasi unggul dengan sistem Islam, back to syariat Islam. Sistem Islam akan menciptakan output generasi yang tidak hanya cerdas dalam segi Sains dan Teknologi juga mencetak generasi shalih dan bertakwa, sehingga kecerdasan yang mereka miliki tidak hanya untuk kepentingan pribadi semata akan tetapi menghantarkan kebermanfaatan bagi ummat. []

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here