Surat Pembaca

Krisis Moral di Sekolah: Cermin Gagalnya Sistem Pendidikan Sekuler

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mahrita Julia Hapsari (Aktivis Muslimah Banua)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA--Dunia pendidikan kembali diguncang kabar yang menyayat hati. Kasus yang menimpa Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, menyita perhatian publik. Dini diduga menampar siswanya, Indra, yang kedapatan merokok di area sekolah. Meski insiden itu telah diselesaikan secara damai dan laporan dicabut, peristiwa ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa urusan disiplin siswa bisa berujung pada kriminalisasi guru?

Tak lama berselang, jagat maya dihebohkan foto seorang siswa SMA di Makassar, berinisial AS, yang dengan santainya merokok di samping gurunya sambil mengangkat kaki di atas kursi. Potret ini bukan sekadar kisah kenakalan remaja, melainkan bukti betapa rapuhnya wibawa pendidik di negeri ini.

Sementara itu, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menambah keprihatinan. Sekitar 15 juta remaja berusia 13–15 tahun di seluruh dunia kini menjadi pengguna rokok elektrik. Remaja bahkan sembilan kali lebih berpotensi menggunakan vape dibandingkan orang dewasa. Termasuk di Indonesia, begitu mudahnya mengakses rokok dan vape, bahkan di lingkungan sekolah.

Melemahnya Posisi Guru

Guru kehilangan perannya sebagai pendidik. Ditakut-takuti dengan jargon kriminalisasi saat hendak menanamkan adab. Akhirnya serba salah. Mau mencoba menegakkan disiplin, ancaman dilaporkan ke polisi pun membayangi. Mau dibiarkan saja, akhlak generasi semakin rusak. Ada zona ketidakpastian yang besar dalam penerapan aturan disiplin, moral dan akhlak siswa. Hal ini membuat siswa merasa leluasa melanggar norma, sementara guru tak lagi memiliki otoritas yang kuat.

Inilah buah dari sistem pendidikan yang liberal dan sekuler. Di satu sisi, siswa didorong untuk “bebas mengekspresikan diri”, tapi di sisi lain tidak dibekali pondasi akhlak dan ketakwaan. Nilai moral menjadi relatif; merokok dianggap gaya, kebebasan, bahkan simbol kedewasaan. Negara pun tampak abai: pengawasan lemah, iklan rokok masih mudah diakses, dan sanksi terhadap pelanggaran moral nyaris tak berdaya.

Kekerasan Bukan Solusi, tapi Amar Makruf Harus Tegak

Tentu, segala bentuk kekerasan terhadap siswa tidak dapat dibenarkan. Kendatipun tugas menegur dan menasihati siswa yang bersalah adalah tugas moral yang melekat pada guru, dan ia adalah bagian dari amar makruf nahi mungkar. Hanya saja, tugas itu seharusnya dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, bukan emosi. Bisa melalui tabayun dan pendekatan yang mendidik.

 

Di sisi lain, sistem pendidikan sekuler liberal hari ini tak memberi perlindungan berarti bagi guru. Mereka dituntut menegakkan disiplin, mendidik dan menjaga moral siswa, namun tanpa wewenang dan dukungan berupa payung hukum yang bisa melindungi setiap tugasnya. Akibatnya, wibawa guru kian pudar, arah pendidikan pun makin kabur.

 

Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler

 

Krisis ini sejatinya berakar pada sistem pendidikan sekuler yang memisahkan moral dari agama. Keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari nilai akademik, bukan ketakwaan. Padahal, tanpa nilai ketuhanan, pendidikan hanya akan melahirkan generasi yang split kepribadian, pintar tapi tanpa arah, cerdas secara akademik namun amoral.

 

Berbeda dengan sistem Islam. Pendidikan berbasis akidah dengan tujuan membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Generasi yang bertakwa sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, peran guru laksana pilar peradaban. Ia pun akan dihormati karena perannya yang penting dalam membentuk kepribadian peserta didiknya. Ia bukan hanya mentransfer ilmu, tapi menjadi teladan dalam adab, akhlak, dan kesadaran hidup untuk beribadah kepada Allah.

 

Solusi Islam untuk Membentuk Generasi Bertakwa

 

Islam mempunyai sistem pendidikan yang tangguh dan terpadu. Pendidikan dalam Islam bertujuan membentuk manusia yang sadar bahwa hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Kurikulum, metode, dan lingkungan pendidikan diarahkan untuk membangun pola pikir dan pola sikap yang Islami.

 

Dalam pandangan Islam, merokok memang termasuk perkara mubah, namun jika membahayakan diri sendiri atau orang lain maka menjadi haram. Maka remaja muslim seharusnya memahami bahwa tubuh adalah amanah, bukan alat untuk dirosak demi kesenangan atau gaya hidup.

 

Oleh sebab itu, sistem pendidikan Islam tidak hanya melahirkan siswa yang cerdas, tapi juga beriman dan berprinsip. Mereka sadar batas halal-haram, tahu hak dan kewajiban, serta menghormati guru sebagai perantara ilmu dan cahaya peradaban.

 

Penutup

Insiden guru dan murid yang viral hanyalah gejala dari penyakit yang lebih dalam: kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam membentuk akhlak. Solusinya bukan sekadar revisi kurikulum atau peraturan disiplin, tetapi perubahan mendasar menuju sistem pendidikan Islam yang menanamkan ketakwaan, menegakkan adab, dan melindungi guru sebagai pilar pembentuk generasi peradaban. Wallahu a’lam bishshowab []

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here