Opini

Generasi Rapuh, Iman Lemah, Buah Sekularisme

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Dina Aprilia

Wacana-edukasi.com, OPINI--Kini bunuh diri menjadi jalan singkat bagi sebagian orang untuk menyelesaikan tekanan hidup. Orang dewasa hingga anak-anak tak luput dari tindakan tersebut. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, dua anak ditemukan meninggal karena bunuh diri (kompas.id, 31/10/2025).

Di Kecamatan Bayangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, selama bulan Oktober, dua siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditemukan bunuh diri dilingkungan sekolah, satu korban di temukan tergantung di ruang kelas pada siang hari (28/10/2025), sedangkan korban lainnya di temukan di ruang osis (6/10/2025) pada malam hari. Dari penyelidikan dua kasus tersebut tidak terkait dengan bullying.(kompas.id, 30/10/2025).

Menanggapi hal ini, Wakil Manteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menjelaskan ada data yang menghawatirkan dari program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis. Dari 20 jt jiwa anak yang diperiksa, 2 jt lebih diantaranya mengalami berbagai bentuk gangguan mental (ameera.republik.co.id, 30/10/2025).

Semua ini tentu terdengar miris, generasi yang harusnya menjadi tonggak perubahan dan pencetak peradaban emas malah bikin cemas. Tekanan mental begitu mudah menyusup kedalam diri mereka, namun semuanya bukan tanpa alasan melainkan ada sistem yang berperan untuk membuat anak-anak menjadi lemah, yaitu sistem sekuler-kapitalisme. Mengapa demikian?.

Sebab dalam sistem sekuler-kapitalisme, ada pendidikan yang ditekan hanya pada aspek Kognitif. Anak-anak didik untuk berhasil secara akademik, mendapat nilai bagus, tapi dalam perkara iman dan akhlak seringkali diabaikan. Adapun pendidikan agama yang diajarkan kini biasanya hanya membahas sebatas fiqih dan ibadah wajib. Sedangkan pembinaan keimanan, tidak diajarkan. Padahal iman merupakan pondasi utama bagi setiap individu.

Orang yang imannya kokoh yakin setiap ujian datang dari Allah SWT dengan hikmah, bukan hanya sekedar penderitaan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa keletihan, penyakit, kesedihan, gangguan bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan iman, seseorang menjadi mengerti arah dan makna hidupnya. Ia memahami bahwa ujian adalah jalan menuju perjumpaan dengan Allah, sehingga kesulitan yang datang tidak akan membuatnya menyerah. Sebaliknya, seseorang yang rapuh imannya akan kehilangan pegangan hidup, mudah terombang ambing dalam masalah sehingga mudah putus asa saat menghadapi ujian dan penderitaan.

Selain itu, Iman yang kuat akan melahirkan akhlak yang baik, sebab akhlak adalah buah dari keimanan. Jika Iman tidak ditanam dengan benar maka akhlak akan sulit untuk tumbuh dengan benar dalam diri seseorang.

Namun saat ini, akhlak menjadi bagian yang terlupakan. Padahal akhlak adalah inti dari pembentukan seseorang. Lihatlah banyak generasi muda hari ini menunjukan krisis akhlak, ada anak yang membully temannya, bahkan seringkali kita dengar korban pembullyan sampai meninggal, ada siswa yang tidak sopan pada gurunya, ada anak yang bersikap buruk pada orang tuanya, ada anak yang tak malu untuk merokok, meminum miras, tawuran, menggunakan obat-obatan terlarang, melakukan perzinahan dan banyak hal lainnya. Semua ini jelas terjadi karena anak tidak di ajarkan akhlak sejak dini. Akibatnya anak tidak tau mana perbuatan salah, tidak mengerti cara memperlakukan orang lain dan diri sendiri.

Disaat yang sama, semua semakin terasa parah karena standar hidup sekarang banyak menunjukan gaya hedonisme. Kebahagian di frame indah lewat media sosial, bahagia itu kalau kaya, cantik, punya banyak teman, bisa liburan sana sini, bisa belanja apapun yang diinginkan dan viral. Akibatnya, anak jadi sibuk membandingkan diri, saat gagal memenuhi semua itu, mereka merasa hidupnya tak layak, tak bahagia, akhirnya terjadi krisis identitas dan harga diri.

Keluarga pun memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Banyak anak yang hilang arah karena orang tuanya tidak mendidik dengan baik. Orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan atau urusan lain, sehingga pendidikan anak sering terabaikan. Banyak anak dibiarkan tumbuh tanpa pengasuhan yang jelas, dibiarkan mencari jati diri sendiri dan berakhir salah arah. Padahal ayah dan ibu adalah madrasah pertama dalam mendidik anak secara lahir maupun batinnya. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, anak akan merasa kosong, tidak dicintai. Mereka kehilangan tempat untuk mengadu ketika menghadapi masalah. Alhasil, ketika anak dalam situasi berat, mereka cenderung bingung, hilang arah, tertekan secara mental dan berujung bunuh diri.

Berbeda dengan Islam. Dalam Islam, pendidikan diajarkan untuk membangun keimanan dan akhlak. Anak akan di paham kan tujuan mereka diciptakan, dan kemana mereka akan kembali. Sehingga mereka akan tumbuh dengan pola pikir dan pola sikap Islam. Semua itu, diajarkan sejak dini bukan menunggu mereka baligh, maka saat ujian datang mereka tidak akan bersedih, hilang arah ataupun berputus asa, sebab dalam diri mereka telah tertanam keimanan yang kokoh kepada Allah.

Lebih lanjut, dalam Islam orang tua membersamai anak dalam segala aktifitas, mereka tidak hanya sibuk mencari nafkah namun juga sibuk menanamkan nilai iman: mengenalkan Allah, Rasul dan tujuan hidup. Dari orang tua, anak belajar rasa sabar, bersyukur dan bertakwa. Orang tua menjadi teladan dalam ketaatan, menjadi ruang aman bagi mereka dalam bercerita. Anak yang dapat pengasuhan seperti ini, ketika kelak di uji, tidak akan mudah rapuh. mereka tidak akan bersikap buruk pada diri sendiri dan pada orang-orang di sekitarnya.

Karena itu, hanya dengan menanamkan Islam sejak dini, anak akan kuat secara iman, tidak mudah putus asa dan melakukan tindakan fatal dengan mengakhiri hidup. Islam hadir bukan hanya sekedar nasihat, tetapi sistem kehidupan yang mencegah dari keburukan.

Wallahu a’lam bi showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here