Penulis: Sinta Lestari (Pegiat Literasi dan Aktivis Dakwah)
wacana-edukasi.com, OPINI–Deretan kasus bullying atau perundungan kerap terjadi di dunia pendidikan kita. Bukan baru kali ini dunia pendidikan kita menghadapi kenyataan pahit akibat perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Hari ini kita sedang menghadapi masalah besar, khususnya dalam karakter anak didik yang semakin rendah mentalitas dan moralitasnya. Pada tanggal 31 Oktober 2025 lalu, Asrama Putra Dayah/Pesantren Babul Maghfiroh, Aceh Besar, mengalami kebakaran yang diduga dilakukan oleh santri pesantren tersebut.
Polisi mengungkapkan bahwa ternyata pelaku adalah salah satu pelajar yang masih di bawah umur. “Menurut pengakuan pelaku, ia membakar gedung asrama karena telah sering mengalami bullying oleh beberapa temannya,” ungkap Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono saat Konferensi pers (Kumparan News, 7/11/2025).
Kasus bullying di Aceh bukan satu-satunya kasus bullying yang tengah dihadapi di Indonesia. Bahkan, menyusul kasus terbaru telah terjadi ledakan di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menurut kesaksian siswa SMA 72 Kelapa Gading, diduga pelaku peledakan merupakan korban bullying di sekolahnya. (CNN Indonesia, 7/11/2025. Hal ini menambah a yderetan kasus bullying di Indonesia, di tengah peringatan Hari Santri Nasional 2025.
Ironinya, kita menyaksikan bahwa di balik aktivitas formal, ternyata ada luka terpendam yang berubah menjadi aksi brutal. Sikap diam mereka ternyata sedang menyimpan tekanan dan kekecewaan yang tidak terlihat, yang menjadi pematah semangat. Mereka kerap mengalami pelecehan dan tekanan sosial akibat candaan bullying yang dilakukan oleh temannya sendiri. Realitas ini terjadi di tengah sistem pendidikan kita.
Bahkan, menurut data KPAI, ada 25 kasus bunuh diri yang ditemukan akibat perundungan atau bullying sepanjang tahun 2025 (Kumparan, 30/10/2025).
Sistem hari ini jelas telah gagal mencetak generasi emas sebagaimana yang didamba-dambakan di setiap momen pidato kenegaraan. Mereka justru terbentuk menjadi generasi yang anarkis, minim empati, mudah tersulut emosi, sebagaimana juga kasus guru yang menegur anak didiknya agar berhenti merokok beberapa bulan lalu. Ada efek besar yang sesungguhnya tidak kita sadari, yang telah mengaburkan visi pendidikan hari ini. Ini bukan hanya tentang pendidikan, namun sistem apa yang diterapkan.
Gejala Bullying, Bukti Problem Sistemik
Kasus bullying yang terjadi hari ini merupakan bukti kegagalan pendidikan kita yang menerapkan sistem pendidikan sekuler kapitalistik. Jauhnya pelajar dari ajaran Islam dan akibat tidak ditanamkan akidah Islam sebagai pondasi kehidupan, membuat mereka bebas melakukan perbuatan. Mereka dituntut belajar, berteori, mengejar nilai dan prestasi, tanpa mereka paham tujuan inti dari pendidikan yang dijalani.
Termasuk aksi anarkis korban bullying yang terjadi saat ini. Belum lagi efek media sosial memperparah pelaku aksi bullying di sekolah. Bahkan, bullying kerap dijadikan candaan.
Kemudian, media sosial menjadi bahan rujukan bagi korban bullying untuk melakukan kebebasan yang dilampiaskan dengan aksi anarkis karena dendam, bahkan hingga membahayakan nyawa orang lain.
Hal ini menunjukkan krisis adab dan hilangnya fungsi pendidik yang seharusnya mampu mencetak generasi beradab. Inilah sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan, yang hanya berfokus pada pencapaian materi dan mengesampingkan nilai-nilai akidah Islam untuk dijadikan pondasi kehidupan, untuk dijadikan standar halal-haram dalam berperilaku dan berkepribadian. Pelajar tidak dibangun dari dasar akidahnya, melainkan diberi paham kebebasan berekspresi dan dipengaruhi nilai-nilai Barat yang banyak bertentangan dengan syariat Islam.
Pendidikan Islam Mencetak Generasi Berkepribadian Islam
Dalam Islam, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam. Membangun karakter pelajar dimulai dari nilai dasar akidah yang akan mengikatnya untuk selalu tunduk dan patuh pada aturan Rabbnya.
Proses pendidikan dalam Islam dilakukan dengan cara pembinaan intensif, yang bertujuan membentuk pola pikir (aqliyah) dan pola sikap Islami (nafsiah). Mereka akan selalu menjadikan halal-haram sebagai tolak ukur perbuatan, sehingga pelajar terdidik untuk selalu menggunakan standar syariat dalam bertindak. Mereka tidak akan berani melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus pada nilai materi, namun berfokus juga pada nilai maknawi dan nilai ruhiyah.
Tidak seperti hari ini, pelajar maupun santri digiring untuk mengarusutamakan moderasi beragama dan perlahan meninggalkan nilai-nilai Islam. Fenomena bullying ini bukan sekedar persoalan individu namun mencerminkan ideologi yang dianut di negeri ini. Padahal, tonggak perubahan masa depan suatu peradaban ada di tangan para generasi sekarang.
Masyarakat hari ini hidup dalam sistem kapitalisme yang berasaskan nilai skuler (pemisahan agama dari kehidupan). Sehingga tanpa pijakan akidah Islam generasi hidup dalam angan-angan yang berujung pada ketidakpastian. Tiada arah tujuan. Hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsu tanpa dibimbing Wahyu. Nilai moral bergeser, nilai agama tak dijadikan lagi pedoman hidup hanya dianggap sejarah usang yang tak lagi relevan untuk mengatur kehidupan. Saking jauhnya umat dari ajaran Islam maka jangan heran prilaku dan tindakan mereka selalu mencerminkan kebebasan. Bebas berekspresi, bebas membully, yang kuat menindas yang lemah, senioritas, popularitas semua dijunjung atas asas kebebasan. Sehingga terjadi fenomena bullying yang sering terjadi saat ini.
Bukankah jelas Allah berfirman dalam Al-Qur’an, ” Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah takwanya”. ( QS. Al Hujurat : 13)
Dari ayat ini kita memahami bahwa Allah SWT. Meninggikan derajat seseorang bukan dinilai dari harta, jabatan, cantik fisiknya, dan popularitas nya. Tetapi dari taqwanya, ketundukannya terhadap hukum syariat yang telah terikat pada diri seorang muslim.
Dalam Islam merendahkan orang lain seperti fenomena bullying diharamkan karena termasuk perbuatan dosa.
Allah SWT berfirman, ” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Boleh jadi yang diejek itu lebih baik dari pada yang mengejek” (QS. Al Hujurat: 11)
Jika generasi hari ini hancur moralnya, dibajak fungsinya, dan menjadi agen-agen moderasi beragama, lalu bagaimana Islam yang seharusnya diwariskan kepada generasi Muslim? Mereka telah dijadikan objek yang diarahkan untuk perubahan ke arah nilai-nilai Barat, menjadi ramah terhadap budaya dan ide-ide Barat yang menyesatkan umat.
Tidak hanya itu, kurikulum juga harus dibangun di atas akidah Islam, dengan menjadikan adab sebagai dasar pendidikan. Bahkan Imam Malik menegaskan, “Adab dulu baru ilmu.” Artinya, para ulama terdahulu dibentuk dengan adab dan akhlak mulia yang menjadi dasar penuntut ilmu untuk meraih keilmuan. Bahkan, dikatakan ilmu tanpa adab itu tidak akan memberikan manfaat.
Ini menjadi pengingat untuk kita bahwa segala sesuatu harus berdiri di atas akidah Islam yang kuat. Untuk mencetak generasi emas, tidak hanya pandai dalam bidang akademik, namun mampu melahirkan generasi beradab, berakhlakul karimah, yang siap menjadi agen perubahan ke arah Islam yang kaffah. Mereka pula menguasai tsaqafah Islam yang kaya akan khazanah sehingga mereka mampu menganalisis setiap pemikiran yang menjerumuskan, menyesatkan, dan mengalihkan mereka dari akidah Islam yang murni. Hal ini akan memberikan efek luar biasa jika kurikulum berbasis Islam diterapkan dalam kehidupan, khususnya dalam sistem pendidikan kita.
Negara Penjamin Utama Pendidikan
Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), negara wajib menjadi benteng penjaminan utama pendidikan, pembentukan moral, mental, dan melindungi generasi dari kezaliman. Bahkan, negara harus menjamin pendidikan secara gratis tanpa mengurangi kualitas pendidikan tersebut.
Negara harus hadir sebagai junnah (pelindung) bagi generasi muda dari pemikiran-pemikiran kufur dan ide-ide Barat yang banyak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, sehingga pelajar terjaga dari segala bentuk bullying.
Allah SWT berfirman, “Sesungguh Allah ‘Azza wa zalla, tidak memandang fisik, keturunan dan harta kalian. Akan tetapi Allah memandang kalbu (ketaqwaan) kalian.” HR. At Thabrani
Pondasi akidah menjadi salah satu hal penting yang membentuk karakter pelajar untuk selalu ingat bahwa hidup mereka terikat dengan aturan. Bukan aturan sekuler liberal, namun aturan Islam yang mengarahkan umat pada kebaikan, kejayaan generasi, dan peradaban Islam.
Views: 1


Comment here