Opini

Maraknya Kasus Bullying, Bukti Sekularisme Menyuburkan Perundungan

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Rahmatul Aini (Penulis dan Aktivis Dakwah)

wacana-edukasi.com, OPINI–Kasus perundungan dalam negeri terus mengintai generasi, parahnya bullying terjadi di ranah sekolah yang notabenya adalah basic mendidik orang agar menjadi manusia berpendidikan, insiden ini tidak jarang berujung pada kerusakan fisik, bahkan hilangnya nyawa.

Seperti kasus yang menimpa Timothy Anugrah mahasiswa Universitas Udayana Bali nekat terjun ke lantai 4, kuat dugaan bahwa Timothy stres karena mengalami perundungan, ia ditemukan terkapar di halaman gedung FISIP, bahkan pasca jatuhnya Timhoty alih-alih berbela sungka para pelaku sekaligus seniornya, justru malah mengolok-olok aksi yang dilakukan Timothy lewat grup (bbc.com, 22 Okt 2025).

Di tempat yang berbeda, terjadi ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara, menurut keterangan sejumlah saksi, ledakan tersebut terjadi pada saat siswa dan guru sedang sholat jumat di masjid yang berada di sekolah tersebut.

Akibatnya para korban mengalami cedera, luka bakar dan luka akibat serpihan,sekaligus menyulut kepanikan warga dan sekolah serta masyarakat sekitar. Berdasarkan investigasi di awal, bahwa pelaku diduga adalah salah satu siswa dari sekolah tersebut, ia di kabarkan mengalami perundungan dan menjadi motif melakukan aksinya yakni merakit beberapa bom lalu meledakannya (antaranews.com, 8 Nov 2025).

Aksi yang serupa pun dilakukan oleh seorang santri di Aceh, kali ini bukan dengan bom rakitan melainkan dengan membakar gedung asrama pesantren, dengan tujuan semua barang milik temannya hangus terbakar.

Pelaku pun mengakui bahwa ia sering mengalami perundungan oleh teman-temannya, sering dikatakan tolol dan idiot, itulah yang menyulut emosi pelaku untuk melakukan aksinya (detiknews.com, 7 nov 2025).

Kasus di atas hanya sebagian yang nampak, ibarat fenomena gunus es. Bahkan dari tahun ke tahun aksi perundungan seolah tiada pernah henti, tak ada satu pun solusi untuk membasmi aksi bullying ini. Bahkan, Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara yang mengalami kasus perundungan.

Korban banyak yang berjatuhan, mirisnya lagi mereka nekat memilih bunuh diri demi menghindari kekerasan verbal maupun non verbal. Seperti halnya balon udara yang pecah karena terus dipompa, balon tidak akan meletus dengan pompa pertama dan kedua atau dengan popma ketika, namun tiupan pompa yang berkali-kali tersebut yang menyebabkan balon bisa meledak karena kulit balon semakin menipis.

Dalam hal ini kasus perundungan verbal maupun fisik tetap tidak diperbolehkan, apapun bentuk dan jenisnya.

Ada beberapa faktor penyebab mengapa aksi perundungan kian marak terjadi terutama di kalangan para pelajar.

Pertama adalah faktor keluarga, rumah tangga yang tidak sehat, keluarga yang broken home dan broken hart menjadi penyebab munculnya perundungan. Orang tua tidak hadir sepenuhnya mendidik serta mengasuh anak, akibatnya anak cendrung mencari perhatian di luar dan salah satunya dengan aksi merundung.

Ada lagi karena orang tua yang sibuk bekerja dan menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga sekolah, padahal di dalam keluarga ia tidak menanamkan nilai kasih sayang, perhatian, serta pendidikan yang bagus, sehingga anak dengan mudah mencari target korban untuk di bullying, sederhana karena ia mecari perhatian.

Kedua faktor sekolah. Sekolah yang tidak mampu memberantas dan mencari solusi perundungan adalah sekolah yang tak punya manajeman dan pengawasan yang kurang baik, sehingga kasus perundungan kian subur. Bahkan para guru menganggap aksi anak-anak tersebut adalah bentuk candaan, bukan hinaan. Sekarang bermusuhan besok juga baikan.

Padahal penting bagi guru untuk mendeteksi perilaku anak-anak di sekolah wajar atau tidak, kalau dengan kasus menyeret teman ke tiang bendera apakah itu dikatakan wajar dan hanya candaan? Harusnya para guru dan orang tua melihat mana konflik insidental dan bullying yang berjalan sistematis.

Ketiga faktor media. Media hari ini kian diperparah dengan tontonan adegan kekerasan, bullying dianggap sesuatu yang sangat keren, gak ada perundungan, kulot.

Ditambah lagi dengan games online yang menyuguhkan bentuk kekerasan fisik, dan tontonan kartun anime yang secara tidak langsung membudayakan kekerasan di dalam benak anak. Alhasil anak terpapar tontonan yang tidak sehat dan menjadi perilaku dalam keseharian mereka secara spontan.

Sistem sekuler liberal telah menyuburkan aktivitas perundungan, yang tertancap kuat diberbagai sektor, pemahanan kehidupan sekuler yang tidak diatur oleh syariat Islam menyebabkan para pelaku hanya tunduk pada hawa nafsu mereka, bebas berbuat semaunya tanpa ada rambu syariat atau nilai agama.

Sistem pendidikan yang bobrok, bagaikan gayung bersambut. Kerusakan sistem diperkuat dengan pendidikan hari ini.

Lihatlah betapa pendidikan kita hanya menstandarkan fokus pada akademik, namun bicara persoalan agama abai sama sekali. Ruang agama sebatas dibahas ketika khutbah di sekolah, namun pada implementasinya di kehidupan, nihil. Padahal agama adalah kunci dari seseorang mampu mengendalikan dirinya.

Tidak heran bahwa sekolah adalah wadah paling subur terjadinya perundungan. Hanya karena orang tua mereka kaya mampu menindas yang miskin, hanya karena mereka senior dan kuat mampu menyiksa adik kelasnya yang lemah.

Tentu masalah perundungan ini adalah tamparan bagi kita bersama, bahwa geerasi sangat jauh dengan aturan ilahi dan krisis identitas.

Maka sudah saatnya memberantas perundungan dari akarnya. Agar tidak muncul kembali kejahatan maupun kasus yang serupa yang menimpa anak generasi kita.

Islam telah mengajarkan umatnya agar berbuat baik kepada sesama, tak hanya kepada sesama muslim namun juga kepada manusia yang lain. Karena sebaik-baik manusia yakni yang bermanfaat bagi orang lain.

Peran keluarga juga tak kalah penting, para ibu akan menjadi pendidik pertama bagi anak mereka, dalam kenyamanan rumah tangga yang utuh menjelma menjadi baiti jannati, tempat para penghuninya saling menguatkan keimanan dan mentransfer kasih sayang. Begitu pun dengan ayah, ia akan menjadi teladan bagi anggota keluarganya.

Dalam hal pendidikan, akidah Islam sebagai landasan dan fokus pembentukan syahsiah anak didik, sekolah harus memastikan pola pikir dan pola sikap berdasarkan Islam. Oleh karena itu para siswa senantiasa memiliki kebaikan akhlak, kepedulian kepada sesama, saling tolong menolong dan yang paling penting tak ada aksi perundungan.

Negara harus mendukung penuh atas kondisi ketakwaan masyarakat, yakni media apapun yang merusak karakter manusia harus dihilangkan segera walaupun menguntungkan negara. Para pelakunya akan diberi sanksi tegas, baik penyebar kekerasan maupun pelaku perundungan karena keduanya telah melanggar syariat.

Penjagaan perilaku generasi, dan pembentukan karakter generasi yang sehat, berdasarkan etika dan adab Islam, itu hanya mampu dijumpai dalam penerapan syariat Islam yang paripurna dalam bingkai negara khilafah, bukan dengan ideologi sekulerisme yang telah nyata menyuburkan perundungan diberbagai sektor.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here