Oleh. Umul Istiqomah
Wacana-edukazi.Com, OPINI--Dunia geram, menyaksikan situasi Gaza yang semakin mencekam di tengah dentuman peluru dan meriam yang tak kunjung padam. Sungguh genosida ini begitu kejam, seakan menyiratkan masa depan Gaza yang semakin suram. Namun, ada sikap yang tak pernah berubah dari seluruh pemimpin dunia, yang hanya tetap bisa diam, pikiran dan hati mereka terjajah, yang akhirnya membuat semua bungkam dan justru menjadikan hilangnya lima puluh ribu nyawa di Gaza tak lebih dari sebuah tontonan.
Tak ada hati manusia normal, yang tega melihat pembantaian yang terus menerus dilakukan kepada puluhan ribu jiwa tak berdosa, inilah yang membuat ribuan aktivis dari penjuru dunia bergerak menuju Gaza dalam sebuah aksi solidaritas bertajuk Global March to Gaza, dengan tujuan untuk menekan pemimpin dunia agar segera menghentikan agresi militer Israel terhadap warga Palestina karena dinilai sebagai bentuk genosida yang membabi buta. Aksi ini resmi dimulai pada 09 hingga 15 Juni 2025, para aktivis berasal lebih dari 50 negara, mereka berkumpul di Kairo, Mesir dan bergerak menuju Rafah, pintu perbatasan antara Mesir dan Gaza, dengan perkiraan jarak tempuh sejauh 50 kilometer. (detikcom, 16/06/2025)
Aksi ini sesungguhnya adalah puncak dari kemarahan masyarakat sipil internasional akan kezaliman yang terjadi selama kurang lebih 20 bulan lamanya di Gaza, yang tak kunjung mendapatkan solusi konkret dari lembaga-lembaga internasional dan para pemimpin dunia. Kondisi yang semakin diperparah dengan di tutupnya jalur masuk bantuan dari gerbang Rafah sebagai jalur kehidupan warga Gaza, membuat tercetusnya ide gerakan ini. Karena berangkat dari inisiatif masyarakat sipil, maka gerakan ini tidak berada di bawah naungan institusi politik, organisasi internasional, atau pemerintah tertentu, melainkan digerakkan secara sukarela oleh aktivis dan masyarakat umum dari berbagai latar belakang.
Aksi heroik ini juga membuka mata dunia bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah bentuk kezaliman yang di sengaja oleh para pemimpin dunia yakni negara adidaya. Karena terbukti, tidak ada satu kekuatan pun yang mampu bergerak melawan mereka dan menghentikan ini semua. Dan yang lebih miris adalah ketika para pemimpin negeri-negeri Musim yang berada di sekitar Gaza hanya bisa diam tidak bergeming, mereka diam bukan karena mereka tidak empati pada rakyat Gaza, tapi karena mereka egois dan lebih takut jika membela dan menolong Gaza justru negaranya lah yang akan menjadi sasaran dari kaum zionis dan para pendukungnya karena mereka berada di bawah kungkungan negara adidaya tersebut yakni Amerika, banyak perjanjian politik ekonomi yang mengikat, yang pada akhirnya membuat para pengkhianat yakni penguasa negeri-negeri Muslim justru menentang aksi Global March ini dan bahkan menghadang kedatangan para aktivis yang ikut untuk membela Gaza.
Respons otoritas Mesir yang menghalang-halangi para aktivis, bahkan hingga mendeportasi ke negaranya masing-masing adalah bukti bahwa sekat-sekat nasionalisme menjadi penghalang untuk menolong warga Gaza. Karena, paham nasionalisme mengajarkan untuk membela negara di mana seseorang tersebut tinggal, sehingga terkesan tidak mau ikut campur dengan urusan negara lain. Dan inilah yang terjadi pada aksi Global March to Gaza kemarin, Mesir lebih takut dengan ancaman zionis dan para pendukungnya yang apabila mereka mendukung aksi para aktivis maka justru akan mengancam keamanan Mesir.
Bagi umat Muslim, aksi ini menjadi tamparan keras karena nyatanya ada masalah besar dalam tubuh umat Muslim yang membuat rakyat Palestina harus menanggung penderitaan yang tak kunjung usai, yaitu semakin rapuhnya ikatan ukhuwah atas dasar keimanan. Umat Muslim ini banyak, namun seperti yang tercantum dalam hadis Rasulullah Saw. mereka seperti buih di lautan, artinya tidak berarti apa-apa dan tidak ada kekuatan. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, semua ini karena tidak adanya persatuan dan pemersatu umat Muslim seluruh dunia. Dan akhirnya kondisi umat Muslim saat ini tercerai berai, tak seperti rantai yang saling menguatkan, mereka sibuk menyelamatkan kepentingan masing-masing, bahkan penguasa Muslim tak malu menunjukkan loyalitas mereka pada negara-negara adidaya yang menjadi tuannya dibandingkan harus membela saudara seimannya di Gaza. Umat Muslim juga harus paham bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina, terkhusus untuk menolong Muslim Gaza, tidak mungkin hanya bermodal gerakan dan semangat kemanusiaan, sekalipun bukan berarti apa yang sudah dilakukan itu sia-sia. Namun, sekali lagi untuk menuntaskan persoalan Palestina ini butuh kekuatan besar yang setara dengan besarnya kekuatan para pendukung zionis.
Maka, tugas umat Muslim saat ini adalah bagaimana caranya agar paham nasionalisme yang membelenggu pemikiran umat Muslim ini bisa di hapuskan, supaya terbentuk persatuan umat Muslim di seluruh dunia, hingga terwujud dalam satu kepemimpinan politik Islam – Khilafah Islamiyyah yakni sebuah negara adidaya baru yang bisa berhadapan dengan kekuatan adidaya yang ada di balik kekuatan entitas zionis di Palestina. Jika semua ini telah terwujud, maka akan dengan mudahnya seorang Khalifah memobilisasi para tentaranya untuk berjihad melawan entitas zionis, karena solusi konkret untuk persoalan Gaza ini tidak bisa lagi melalui jalur diplomasi, melainkan dengan tegaknya Khilafah dan adanya jihad fii sabilillah.
Views: 0
Comment here