Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.
Wacana-edukasi.com, OPINI–Keanekaragaman hayati dan keindahan Raja Ampat, Papua Barat terancam hancur oleh penambangan nikel. Oleh karenanya pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara resmi mencabut Izin Pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah yang mendapat julukan Surga Terakhir di Bumi tersebut. Satu-satunya perusahaan yang masih diijinkan beroperasi di Raja Ampat adalah PT Gag Nikel. Bahlil beralasan PT Gag Nikel adalah anak usaha Aneka Tambang (Antam) yang merupakan aset negara sehingga tetap diijinkan beroperasi (tempo.co, 11-06-2025).
Namun demikian, peninjauan langsung yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan fakta telah terjadi pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil akibat aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel. Kerusakan lingkungan yang terjadi yaitu sedimentasi laut yang sudah menutupi permukaan-permukaan koral.
Berdasarkan temuan dalam tinjauan lapang itu, maka Menteri LH Hanif Faisol Hanif menyatakan perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap aktivitas penambangan yang dilakukan di pulau kecil tersebut. Karena menurutnya aktivitas penambangan di pulau-pulau kecil telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 Jo UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang pertambangan di pulau kecil (pulau dengan luas kurang dari 200.000 hektar) seperti gugusan pulau di Raja Ampat ini. Putusan Mahkamah Konstitusi pun telah melarang aktivitas penambangan di pulau kecil (kompas.id, 09-06-2025).
Pasal Karet Penegakan Hukum dalam Sistem Batil
Sungguh ironis ketika peraturan yang telah ditetapkan oleh para pemangku kebijakan justru dilanggar oleh mereka sendiri dalam kasus konsesi penambangan nikel di Raja Ampat ini. Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama kali, namun sudah kerapkali terjadi. Peraturan yang ditetapkan memang bak pasal karet yang mudah dilobi oleh pihak yang berkepentingan, yaitu para pemilik modal alias kapitalis.
Inilah keniscayaan yang bakal terus terjadi dalam Sistem Demokrasi, sejalan dengan gagasan yang diembannya yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat dan rakyat merupakan sumber kekuasaan. Pada faktanya rakyat yang diklaim sebagai sang pemilik kedaulatan dan sumber kekuasaan tak lain adalah kaum kapitalis alias pemilik modal. Merekalah yang mempunyai andil besar dalam mendudukan orang-orang pilihan mereka di kursi pemangku kebijakan. Para pemangku kebijakan sejatinya perpanjangan tangan yang menjalankan berbagai kepentingan para kapitalis ini seperti dalam kasus konsesi penambangan nikel di Raja Ampat.
Meskipun IUP PT Gag Nikel terbukti melanggar UU No.1 Tahun 2014, putusan Mahkamah Konstitusi dan aktivitas penambangan mereka secara nyata telah menimbulkan kerusakan lingkungan, pemerintah tetap mengijinkan perusahaan ini beroperasi karena pertimbangan keuntungan ekonomi. Disini nampak Pemerintah dan pihak swasta seringkali lebih fokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek hasil eksploitasi sumber daya alam (SDA), daripada dampak jangka panjang terhadap kelestarian lingkungan.
Terlebih lagi Sistem Demokrasi mengusung asas kebebasan kepemilikan. Dengan asas ini, SDA yang melimpah ruah di negeri nusantara seperti tambang nikel, boleh dimiliki dan dieksploitasi oleh individu para pemilik modal atau swasta. Aktivitas ini dilegalisasi oleh peraturan dikeluarkan para pemangku kebijakan yang notabene perpanjangan tangan para kapitalis ini. Akhirnya dengan dalih hanya sedikit menimbulkan kerusakan alam, eksploitasi SDA tetap berjalan demi mendulang cuan.
Keniscayaan Penegakan Hukum dalam Sistem Sahih
Berbeda dengan Sistem Demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, Islam mengajarkan bahwa kedaulatan berada di tangan syarak yaitu aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Makna yang pertama, bahwa yang menjadi pengendali dan penguasa adalah hukum syarak, bukan aturan hasil pemikiran manusia. Artinya semua status permasalahan ditinjau berdasarkan hukum syarak, demikian juga dengan cara penyelesaiannya.
Makna yang kedua, bahwa siapa pun akan memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum syarak, baik penguasa maupun rakyatnya. Dengan demikian, maka tidak ada seorang pun yang mempunyai hak kekebalan hukum (immunity) dalam negara yang menerapkan Sistem Islam secara menyeluruh atau kafah. Sehingga pelanggaran aturan seperti yang terjadi dalam konsesi PT Gag Nikel, akan diberikan sanksi yang tegas meskipun perusahaan ini merupakan bagian dari aset negara.
Islam pun mengajarkan bahwa SDA melimpah karunia Allah swt. merupakan milik seluruh kaum muslimin sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan At Thabarani yang artinya Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara : air, padang rumput dan api. Oleh karenanya negara wajib mengelola SDA yang melimpah ini. Dengan mekanisme pengelolaan SDA tersebut, maka eksploitasi secara berlebihan oleh segelintir orang dapat dihindari.
Negara wajib memastikan hasil maupun keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan SDA tersebut digunakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat secara adil dan merata. Mekanisme pengelolaan seperti ini sebagaimana teladan Rasululah saw sebagai kepala Negara Islam pertama di Madinah. Hasil dari pengelolaan SDA harus digunakan untuk kepentingan rakyat, seperti penyediaan kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang diperlukan oleh seluruh rakyat.
Ajaran Islam pun secara tegas melarang umat manusia melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al Araf ayat 56 yang artinya, Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
Firman Allah dalam ayat tersebut secara tegas melarang manusia berbuat kerusakan di bumi ini. Maknanya, sekecil apapun kerusakan yang ditimbulkan, maka hukumnya tetap haram dilakukan. Dengan ketegasan perintah Allah tersebut, maka aktivitas penambangan nikel seperti yang dilakukan oleh PT Gag Nikel, meski diklaim “hanya menimbulkan sedikit kerusakan” tetap haram dilakukan. Sehingga jika aturan Islam diterapkan secara kafah di negeri ini maka Surga Terakhir di Bumi maupun SDA lainnya dapat diselamatkan. [WE/IK].
Views: 3
Comment here