Oleh: Trianon Wijayanti (Aktivis Muslimah DIY, Ngaglik, Sleman)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Pada momen peringatan Hari Pendidikan Nasional (hardiknas), Presiden RI Prabowo Subianto meluncurkan empat program pendidikan dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di SDN Cimahpar 5, Kota Bogor, Jawa Barat. Keempat program tersebut mencakup rehabilitasi sekolah, digitalisasi pendidikan, bantuan bagi guru honorer, serta dukungan pendidikan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi D4 atau S1. Sementara itu, dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menjelaskan renovasi sekolah ditargetkan dapat menyasar hingga 10.440 sekolah pada akhir 2025 dengan total anggaran sekitar Rp16,9 triliun (Antara.news, 02/05/2025).
Program-program ini dirancang untuk menjawab tantangan pendidikan nasional, khususnya bagi siswa dari keluarga prasejahtera dan tenaga pendidik yang selama ini belum mendapat dukungan maksimal. Dari program-program yang diluncurkan seolah menjadi kebijakan yang menjanjikan untuk perbaikan di bidang pendidikan. Empat program prioritas pendidikan yang diluncurkan pada Hardiknas 2025 menunjukkan arah kebijakan Presiden Prabowo dalam memperkuat fondasi pendidikan nasional. Dengan fokus pada infrastruktur, teknologi, peningkatan kualitas guru, dan kesejahteraan pendidik, langkah ini menjadi bagian dari visi besar membangun sumber daya manusia unggul dan berdaya saing di masa depan (Metrotvnews.com, 02/05/2025).
Adanya keterbatasan anggaran pendidikan dan jumlah sekolah lebih dari 300.000, Presiden mengatakan perlu waktu 30 tahun untuk revitalisasi seluruh sekolah di Indonesia. “Yang dipikirkan terus menerus bersama jajaran menteri, bagaimana kami cari uang karena terus terang saja kekayaan bangsa Indonesia masih terlalu banyak yang bocor dan tidak sampai ke rakyat,” tutup Prabowo (Tirto.id, 02/05/25).
Jika dicermati lebih dalam, adanya kebijakan tersebut justru menunjukkan kegagalan tugas pemerintah dalam menjalankan pendidikan untuk rakyat selama ini. Hal ini dapat dilihat banyaknya masalah dalam penyelenggaraan pendidikan, baik dari sisi sarana maupun prasarana. Banyak bangunan sekolah yang tidak layak untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Banyak guru dan tenaga pendidik yang kualitasnya perlu ditingkatkan sebab kesejahteraan yang rendah. Sementara itu, di bidang teknologi pendidikan juga tertinggal jauh. Baru saat ini akan dimulai digitalisasi pendidikan, sedangkan teknologi digital di dunia global sudah berkembang jauh sejak beberapa tahun lalu. Dengan demikian, kualitas pendidikan dan tenaga pendidik selama ini juga tertinggal.
Adanya berbagai masalah dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan pemerintah. Dalam sistem kapitalisme, peran pemerintah sangat sedikit dalam bidang pendidikan. Anggaran pendidikan pun sangat terbatas. Pendidikan dijadikan bahan komoditas bagi pihak swasta dengan menyediakan pendidikan berkualitas dan biaya yang tinggi. Sehingga, hanya rakyat dengan ekonomi tinggi yang bisa mendapatkan pendidikan berkualitas. Tentu saja, hal ini akan menimbulkan ketimpangan sosial dalam pendidikan.
Revitalisasi dan digitalisasi pendidikan tentu membutuhkan anggaran yang cukup besar. Dalam sistem ekonomi kapitalisme pemerintah kesulitan menyediakan anggaran tersebut. Bahkan, tak heran negara mengandalkan hutang untuk anggaran berbagai program, termasuk pembangunan infrastruktur, tak terkecuali untuk revitalisasi serta digitalisasi pendidikan. Belum lagi masalah korupsi atau kebocoran dana di berbagai sektor program pemerintah termasuk bidang pendidikan.
Hal tersebut makin membuat minimnya anggaran pendidikan yang sampai pada rakyatnya. Selain itu, cara pendistribusian anggaran yang adil juga bisa menjadi masalah berikutnya. Kuat dugaan program kebijakan pemerintah tersebut hanya untuk jangka pendek dan sekadar menyasar sebagian kecil sekolah, bukan menyelesaikan akar permasalahan pendidikan yang selama ini terjadi secara nasional.
Berbeda halnya dengan sistem pemerintahan Islam. Islam memandang pendidikan adalah bidang strategis yang berkeadilan bagi rakyatnya. Sehingga akan berpengaruh terhadap kejayaan bangsa dan negara. Islam mewajibkan negara bertanggungjawab penuh terhadap kebutuhan pendidikan secara gratis dengan kualitas terbaik untuk semua rakyatnya baik yang miskin atau kaya, dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Pendidikan tinggi pun dibuka secara gratis seluas mungkin dengan fasilitas, sarana, dan prasarana terbaik. Negara juga menjamin kesejahteraan tenaga pendidik, sehingga lahir pendidik yang berkualitas.
Dalam sistem ekonomi Islam negara memiliki sumber anggaran yang beragam, yang akan mampu menyediakan sarana dan prasarana pendidikan termasuk memberikan penghargaan besar terhadap para guru atau pendidik. Sumber anggaran sesuai dengan sistem pengaturan Islam. Baik terkait pembagian kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan dan pendistribusian harta kekayaan di tengah masyarakat. Sumber keuangan negara untuk membiayai pendidikan diambi dari baitulmaal (kas negara) yang diperoleh dari harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara, yakni dari sumber daya alam dan dari pos pendapatan negara seperti jizyah, ghanimah, wakaf, kharaj, zakat, dan lainnya yang dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat secara merata. [WE/IK].
Views: 1
Comment here