Opini

Pendidikan Mahal, Ganjal Kualitas Intelektual

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Neti Ernawati (Penulis Ideologis)

Wacana-edukasi com, OPINI--Pendidikan di Indonesia sedang mengalami banyak masalah komplek. Wajib belajar sembilan tahun yang telah lama dilaksanakan ternyata belum mampu mendorong masyarakat untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Data dari BPS 2024, pendidikan yang ditempuh rata-rata hanya naik sedikit dari himbauan pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu 9,22 tahun (beritasatu.com, 02/05/2025).

Terbatasnya Kuantitas Sekolah

Pada dasarnya, ada keterbatasan jumlah sekolah negeri, yang entah bagaimana pemerintah seakan tidak perduli. Layanan pendidikan belum tersedia secara merata di semua wilayah, khususnya daerah terpencil dan tertinggal. Dunia pendidikan pun merespon hal tersebut dengan kemunculan sekolah-sekolah swasta, yang entah benar-benar terpanggil untuk turut serta mencerdaskan bangsa, entah hanya demi keuntungan efek kapitalisme semata. Pada umumnya, sekolah swasta memiliki pembiayaan yang lebih tinggi daripada sekolah negeri pada umumnya.

Keterbatasan sekolah negeri dan angka kemiskinan yang tinggi mempersulit rakyat dalam mengakses sarana pendidikan bahkan untuk jenjang pendidikan dasar. Program-program bantuan seperti PIP, PKH, atau pun sekolah gratis belum mampu menjadi solusi kebutuhan pendidikan. Bantuan belum merata, dan ada pula yang tidak tepat sasaran. Sedang sekolah negeri yang katanya gratis ternyata masih banyak yang mengadakan pungutan dengan berdalih untuk menunjang operasional.

Kenyataan ini memiliki kesamaan dengan gambaran pendidikan pada zaman penjajahan, dimana yang mampu mencapai bangku pendidikan adalah keturunan aristokrat, bangsawan yang punya kekayaan dan kedudukan. Secara tidak langsung, negara telah menciptakan kasta antara bangsawan dan rakyat jelata. Padahal seharusnya semua rakyat memiliki akses yang sama pada layanan Pendidikan. Layanan pendidikan tidak boleh hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja karena kemampuan ekonominya. Pemerataan pendidikan perlu dilakukan karena semua rakyat memiliki hak yang sama dalam mendapat pendidikan.

Kualitas Pendidikan yang Tertinggal

Dari segi kualitas, pengaruh kurikulum dan fasilitas nyata menjadi faktor yang tak kalah penting. Kapitalisme mendorong terbentuknya kurikulum pendidikan sesuai dengan permintaan pasar. Sekolah hanya menjadi pencetak tenaga kerja. Melahirkan generasi dengan pola pikir materialis, yang kehilangan makna pendidikan yang sesungguhnya.

Selain itu kurikulum pendidikan yang berubah-ubah dan tanpa pengkajian mendalam telah melahirkan generasi yang lemah akan pendidikan. Ditemukannya banyak kasus murid jenjang SMA yang belum lancar membaca dan berhitung. Kurikulum yang buruk juga mengekang dan menurunkan kapasitas para pendidik dalam upaya mencerdaskan generasi.

Efisiensi anggaran turut memangkas kualitas dan fasilitas pendidikan. Keterbatasan fasilitas menyebabkan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara optimal. Sekolah yang tidak mampu melaksanakan fungsinya dengan benar, akhirnya hanya menjadi tempat mendapat ijazah semata.

Kapitalisasi Pendidikan

Kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Bukan sebagai bentuk pengabdian tapi dilakukan sebagai kegiatan ekonomi. Negara yang hanya bertindak sebagai regulator membatasi pembangunan sekolah negeri, sekaligus memberi peluang pada swasta untuk berkecimpung dalam dunia pendidikan.

Sekolah swasta yang notabene didirikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan, memiliki biaya akses yang lebih tinggi. Akses terhadap pendidikan pun bergantung pada kemampuan ekonomi. Rakyat yang tidak mampu menempuh pendidikan ditingkat lanjut, terpaksa berpuas diri hanya mampu menempuh pendidikan tingkat dasar karena keterbatasan ekonomi.

Ini membuktikan bahwa saat ini rakyat terbelenggu kepemimpinan kapitalis yang merenggut hak-hak mereka. Rakyat tidak diurus sesuai kaidah hukum syara’. Hukum Syara’ sebagai satu-satunya hukum yang jauh dari hal-hal bathil dan mampu memberi kemaslahatan bagi rakyat.

Islam Solusi Pemenuhan Pendidikan

Islam memiliki solusi tuntas dalam segala permasalahan kehidupan, begitu pula dalam permasalahan pendidikan. Apalagi, menuntut ilmu merupakan kewajiban didalam Islam. Hal-hal yang mengganjal terpenuhinya kegiatan mendapat ilmu adalah hal bathil yang harus dihilangkan.

Dalam sistem Islam (khilafah), setiap rakyat memiliki hak untuk mendapat pendidikan. Tanpa pandang bulu, miskin ataupun kaya. Negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban menyediakan pendidikan secara gratis dan merata. Pendidikan yang sesuai tuntunan syariat agar mampu membentuk manusia-manusia yang bukan hanya berilmu tapi juga bertakwa.

Khilafah memiliki tanggung jawab mendanai pendidikan, agar rakyat mampu mengakses pendidikan secara murah bahkan gratis. Khilafah mendanai pendidikan dari pengelolaan pos kepemilikan umum, seperti hutan dan sungai. Adapun pendanaan lain bersumber dari Baitul Mal, khususnya pos fai’ dan kharaj. Pendanaan diberikan secara total agar pendidikan mampu diberikan secara gratis dan merata ke seluruh bagian wilayah kekuasan khilafah.

Negara dalam sistem Islam mengelola secara langsung pendidikan tanpa ada campur tangan pihak swasta. Negara tidak memberikan akses pada pihak swasta yang ingin mengambil keuntungan dari kegiatan pendidikan. Sehingga pendidikan sepenuhnya akan terbebas dari pengaruh buruk kapitalisme.

Sistem pendidikan Islam menekankan kurikulum berbasis tiga aspek penting, yaitu membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan menguasai ilmu kehidupan. Pendidikan ini akan mampu menghasilkan generasi dengan kemampuan intelektual dan tetap kokoh dari sisi spiritual. Bukan generasi materialis yang hanya disiapkan menjadi tenaga kerja, tapi generasi yang tangguh dalam meneruskan peradaban.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here